ChanelMuslim.com- Mahar terbaik menurut Islam. Mahar atau yang biasa disebut dengan mas kawin adalah sejumlah harta yang diserahkan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita karena terjadinya akad pernikahan sebagai penghormatan dan sebagai lambang ketulusan hati.
Mahar juga mempunyai sembilan nama, salah satunya shadaq, yang artinya benar, jujur, dan tulus. Mahar merupakan bentuk kejujuran dan keseriusan mempelai pria kepada mempelai wanita. Dalam Islam, hukum mahar adalah wajib untuk kesempurnaan pernikahan.
Allah swt berfirman dalam QS. An-Nisa ayat 4 yang artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”
“Mahar adalah harta yang wajib diserahkan oleh mempelai pria kepada mempelai wanita karena sebab pernikahan.
Baca Juga : Kesusahan dalam Pernikahan Jalan Menuju Berkah
Namun, mahar tidak hanya diperuntukkan untuk nikah saja, bisa jadi mahar itu di luar pernikahan. Contohnya ketika kedua mempelai menikah, ternyata setelah menikah sudah berhubungan, dan baru ketahuan bahwa mereka mahrom, tapi bukan mahrom karena hubungan darah.
Mahromnya adalah dua orang ini telah disusui oleh satu ibu. Maka pernikahan itu dianggap tidak pernah terjadi, bukan cerai.
“Mahar yang ada di dalam pernikahan itu wajib karena sudah melakukan hubungan seksual antarkeduanya, sebagai timbal balik,” ujar Ustaz Muhammad Aqil Haidar saat mengisi acara Yayasan Komunitas Dukung Sahabat Menikah (YKDSM) dengan tema “Mahar Pernikahan Menurut Islam” pada Sabtu, (06/02/2021).
Perlu diketahui, untuk menuju pernikahan, selain saling mengenal karakter calon pasangan, proses lamaran, penting juga menyiapkan serta memberikan mahar untuk mempelai wanita. Tapi sebenarnya seperti apa mahar pernikahan menurut Islam?
Adapun hukum mahar dalam Islam itu adalah wajib. Artinya memberikan mahar atau mas kawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Selanjutnya hukum mahar adalah sunnah, artinya meskipun sah, mahar itu tidak disebutkan ketika akad, tetapi disunnahkan untuk menyebutkan mahar di dalam perikahan karena itu akan lebih mencegah dari permusuhan, lebih baik disebutkan agar terhindar dari keributan.
Mungkin saat ini, yang banyak diketahui orang adalah bahwa mahar termasuk rukun dalam pernikahan, tetapi ternyata mahar tidak termasuk rukun dalam pernikahan, hal ini disampaikan oleh Ustaz Muhammad Aqil Haidar saat mengisi acara di YKDSM.
“Hukum mahar, mahar tidak termasuk rukun dalam pernikahan. Karena maksud terbesar dari pernikahan adalah kehalalalan beristimta’ antara suami. Maka pernikahan itu akan tetap tercapai tujuan utamanya, meskipun mahar itu tidak ada, karena mahar itu bukan termasuk rukun nikah,” ujar lulusan universitas Islam Muhammad Ibnu Saud Saudi Arabia itu.
Apakah sah jika pernikahan tanpa mahar? Ustaz Aqil menjelaskan bahwa sah tidaknya pernikahab dilihat dari apa yang menjadi alasan tidak adanya mahar dalam pernikahan tersebut.
“Apakah tidak adanya mahar itu merupakan syarat dari suami, atau kerelaan istri. Jika pernikahan tanpa mahar syarat dari suami, maka pernikahan tetap sah. Jika mempelai wanita tidak rela, maka istri wajib menuntut mahar kepada suami, dan pernikahannya tetap sah,” ujarnya.
Mahar itu berupa sesuatu yang memiliki manfaat bagi istri, dalam bentuk uang, benda, dan upah. Batasnya segala sesuatu yang bisa diperjualbelikan, atau dijadikan jaminan baik berupa benda ataupun manfaat, banyak atau sedikit asalkan masih bernilai maka masih sah sebagai mahar. Kalau tidak, maka tidak sah. Dan jika pada suatu akad maharnya adalah sesuatu yang tidak berharga, maka wajib mahar mitsil.
Seperti yang sering terjadi di masyarkat, ada mahar jenis lainnya yang berhubungan dengan hal-hal baik di akhirat, yaitu hafalan Alquran. Namun, ada pertanyaan apakah mahar bacaan Alquran diperbolehkan?
“Bacaan Alquran itu bisa dijadikan harta atau tidak? Bisa dijual apa tidak? Kalau tidak, maka tidak sah untuk dijadikan mahar,” ujarnya.
Ustaz Aqil melanjutkan bahwa empat mahzab ulama mengatakan Alquran itu tidak bisa dijadikan mahar, kalaupun mahar itu atas dasar hanya bacaan Alquran, maka laki-laki wajib memberikan mahar mitsil, kecuali perempuan meniadakannya dan tidak menuntut.
“Memang ada hadist riwayat Bukhari dan Muslim, seorang sahabat bernama Sahal bin Saad dinikahkan kepada seorang perempuan, Imam An Nawawi mensyarah hadist itu mengatakan yang dimakud dalam hadist ini bukan memberikan bacaan Alquran, tetapi mengajarkan Alquran karena harta yang bernilai komersial, pernikahannya tetap sah, tapi menyebutkan bacan Alquran sebagai mahar itu yang kurang tepat,” ungkap Ustaz Aqil yang juga pendiri Rumah Fiqih itu.
Maka, yang lebih tepat, yang dimaksud menjadikan hafalan Alquran sebagai mahar adalah sang suami mengajarkan hafalan Alquran kepada istrinya, bukan sekadar membacakannya.
Dalam memberikan mahar mempelai pria ke mempelai wanita biasanya sering kali membebani karena harus memberikan mahar terbaik untuk calon istrinya. Namun, pada kenyataannya, memberikan mahar bukanlah sesuatu yang sifatnya membebani atau menyusahkan.
“Pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (HR.Ahmad)
Meskipun wanita sebaiknya meringankan maharnya, bukan berarti pihak laki-laki memberikan mahar seenaknya untuk mempelai wanita tanpa dilihat terlebih dahulu kelayakan maharnya.
Jika mempelai pria mampu memberikan mahar yang mahal, silakan lakukan. Jika tidak, jangan dipaksakan. Pemberian mahar secara berlebihan tidak diperbolehkan juga. Hal ini dimaksudkan supaya tidak menimbulkan kesulitan bagi lelaki untuk melangsungkan pernikahannya. Sebab, mempersulit pernikahan dapat menghasilkan dampak yang buruk.
Mahar itu akan menjadi milik istri, maka yang lebih tepat untuk negosiasi mahar bukan walinya, tetapi calon mempelai wanita. Walaupun nanti yang menjadi wasilahnya adalah wali, tapi yang berhak menentukan adalah calon istri.
Baca Juga : Mahar Yang Belum Terbayar (Tafsir Al-Baqarah: 236)
Tidak ada batasan maksimal dalam memberikan mahar. Menurut para ahli Fiqh, memang ada yang menetapkan jumlah minimal untuk maskawin, misal, mazhab Syafi’i tidak ada batasan atau ukuran mas kawin, mazhab Hanafi menetapkan jumlah tidak kurang dari 10 dirham, sementara mazhab Maliki menetapkan seperempat dinar.
Komunitas Dukung Sahabat Menikah (KSDM) merupakan komunitas yang membantu sahabat yang ingin menikah. Dengan cara mengadakan kelas nikah seperti membuka kelas taaruf bagi ikhwan dan akhwat yang ingin menjemput jodoh terbaiknya.[ind/Walidah]