ChanelMuslim.com – Sebaiknya waktu dzikir itu kapan ya Ustadz? Kalau mengikuti komunitas dzikir dan dzikir itu ditarget. Bila dilakukan dzikir pas keadaan kerja bagaimana Ustaz? Kan kerja pakai masker tidak kelihatan bibirnya bergerak, jazakallah.
Oleh: Ustaz Farid Nu’man, SS.
Jawaban: Dzikir itu pada prinsipnya di tiap waktu dan keadaan, sebagaimana hadits:
كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ علَى كُلِّ أحْيَانِهِ
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berdizkir kepada Allah di setiap keadaannya. (HR. Muslim no. 373)
Dan dilakukan sebanyak-banyaknya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS. Al Ahzab: 41)
Itulah yang diistilahkan dengan dzikir muthlaq, yaitu dzikir yang tidak dikhususkan waktu dan bilangannya. Ini bebas saja. Misal dengan banyak-banyak istighfar, tasbih, tahlil, takbir, tahmid, dan shalawat.
Baca Juga: Bacaan Dzikir Petang Sesuai Ajaran Rasulullah
Waktu Dzikir itu di Setiap Waktu dan Keadaan
– Ada pula dzikir-dzikir yang terikat oleh waktu dan peristiwa, istilahnya dzikir muqayyad, seperti dzikir di dalam shalat, dzikir setelah shalat, dzikir pagi dan petang, dzikir sebelum tidur, serta doa-doa terkait waktu dan aktifitas tertentu seperti doa sebelum tidur, doa iftitah, doa setelah adzan, doa naik kendaraan, dll.
Ada juga yang angkanya dikhususkan seperti baca subhanallah wa bihamdihi sebanyak 100 kali dalam sehari, istighfar sehari 100 kali, Allahumma ajirni minannaar 7 x setelah shalat subuh dan maghrib, membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali setelah shalat wajib, dll.
Seandainya kita sudah melakukan ini, maka itu sudah cukup. Semuanya adalah terbaik.
Yang terbaik adalah menggabungkan dzikir hati dan lisan.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
الذكر يكون بالقلب، ويكون باللسان، والأفضلُ منه ما كانَ بالقلب واللسان جميعاً، فإن اقتصرَ على أحدهما، فالقلبُ أفضل. ثم لا ينبغي أن يُتركَ الذكرُ باللسان مع القلب خوفاً من أن يُظنَّ به الرياءُ، بل يذكرُ بهما جميعاً، ويقصدُ به وجهُ الله تعالى، وقد قدمنا عن الفضيل بن عِياض -رحمه الله- أن ترك العمل لأجل الناس رياءٌ
Dzikir itu dilakukan dengan hati, dengan lisan, yang paling afdhal adalah dengan hati dan lisan bersamaan. Seandainya diambil yang minimal salah satunya saja, maka dzikir di hati lebih utama.
Lalu, janganlah meninggalkan dzikir hati dan lisan gara-gara takut prasangka orang lain dirinya riya’, tetapi berdzikirlah dengan keduanya dengan maksud mengharap wajah Allah Ta’ala.
Kami telah menyampaikan riwayat dari Al Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah bahwa meninggalkan amal karena manusia adalah riya’. (Al Adzkar, Hlm. 7)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]