ChanelMuslim.com – Palestina yang sampai hari ini belum merdeka melahirkan lembaga maupun gerakan peduli Palestina di Indonesia. Melihat hal tersebut, Asia Pacific Community for Palestine (ASPAC) mengadakan Rapat Umum Bela Al Aqsha dengan tema Al Aqsha is Our Mandate secara virtual pada Ahad, (1/11). Acara tersebut dihadiri lebih dari 280 peserta dari berbagai lembaga dan aktivis kemanusiaan.
Ketua ASPAC, Oke Setiadi Afendi mengatakan tujuan acara ini ialah untuk menyamakan barisan lembaga kepalestinaan di Indonesia. Ia berharap agar rapat umum ini bisa menjadi penyatu pemikiran untuk membebaskan Al Aqsa.
“Setiap tahun terdapat muktamar internasional untuk Palestina. Ada dari lebih 70 negara dan dari berbagai mahzab. Satu rombongan terbesar adalah dari Asia Tenggara. InsyaAllah tahun ini walaupun dalam kondisi wabah, akan tetap mengadakan muktamar. Semoga bisa menyatukan hati kita untuk Al Aqsa,” ujarnya dalam sambutan.
Berbagai lembaga kemanusiaan seperti Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP), Adara Relief International, SMART171, Aman Palestin, Qudwah Indonesia, dan lainnya.
Pemahaman Sejarah Palestina dan Indonesia
Public figure Peggy Melati Sukma atau akrab dipanggil Teh Khadija pun turut hadir. Teh Khadija merasa perlu untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda untuk ikut membela Palestina.
“Kita memang tidak ada di garis depan. Estafet ini bisa dengan sejarah, pemetaan persoalan di Palestina, persaingan, dan kepentingan internasional,” ungkap ketua Khadijatee Foundation ini.
Tak hanya mempelajari, Teh Khadija ingin agar lembaga kemanusiaan yang mengikuti rapat tersebut untuk memberikan ilmu tentang Palestina kepada anak muda.
Hal senada dikatakan oleh ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Yeni Mulati yang menekankan literasi masih minim di masyarakat. Tak banyak yang tahu sejarah Isra Mi’raj, negeri para nabi, dan kota suci bagi tiga agama samawi.
Indonesia sendiri memiliki sejarah hubungan dengan Palestina. Akmal Sjafril, pendiri Indonesia Tanpa JIL (ITJ) mengungkapkan sejak dahulu bapak bangsa Indonesia sudah memperjuangkan Palestina.
Dua tahun setelah Sumpah Pemuda 1928, Jong Islamieten Bond (JIB), organisasi pemuda Muslim mengadakan aksi pembelaan Palestina. Pada 1938 terjadi Kongres Al Islam di Surabaya. Mengajukan kepada Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) untuk melaksakan qunut nazilah serentak pada hari yang sama. Disepakatilah oleh organisasi masyarakat Islam saat itu.
“Tahun 1939 Jaksa Agung Hindia Belanda sampai perlu melarang secara khusus kepada Nahdatul Ulama yang menggerakan aksi solidaritas Palestina. Artinya begitu kuat dorongan sehingga harus dilarang,” ungkap Akmal yang kini sedang sekolah doktoral Ilmu Sejarah.
Tahun 1947 Radio RRI Yogya menentang pembagian Palestina. Indonesia saat itu sedang menghadapi agresi militer Belanda. Yogya dibombardir waktu itu. Namun, masih sempat bersikap membela Palestina.
Sebelum Indonesia merdeka, pada 1944, Mufti Besar Palestina, Amin Al Husaini mendorong negara-negara di Timur Tengah untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
“Banyak episode sejarah yang terlupakan dan lupa dibahas. Ini yang perlu kita angkat bersama-sama,” lanjutnya.
Minimnya Akses Wartawan
Ketua Forum Jurnalis Muslim (Forjim), Dudy S. Takdir menyatakan minimnya akses langsung informasi dari Palestina. Bahkan media di Indonesia, termasuk media arus utama mengutip dari media Israel. Hanya sedikit akses dari media Palestina.
“Isu mengenai Palestina punya tempat khusus di masyarakat Indoensia. Buktinya, media Islam punya rubrik khusus Palestina. Ummat selalu menanti update terkini kondisi di Palestina,” ungkap Dudy.
Dudy berharap agar lembaga yang hadir dalam rapat tersebut dapat memberikan akses kepada wartawan. Ia berharap agar Forjim bisa mendapat informasi langsung dari sumbernya.
Ahmad Syahidin, salah satu peserta yang juga penerjemah Infopal menyatakan masalah Palestina berupa kemanusiaan, penjajahan, dan Al Aqsa. Menurutnya belum ada hal konkret yang membahas isu penjajahan Palestina sampai ke level pemerintah.
“Banyak pemimpin negara kita yang kurang paham. Ini tugas jurnalis Muslim. Pemerintah perlu melek masalah isu Palestina karena mereka punya tanggung jawab masalah penjajahan,” katanya.
Poin Hasil Rapat Umum Bela Al Aqsha:
Terdapat beberapa poin yang dihasilkan dari Rapat Umum Bela Al Aqsha. Pertama, sebelum Indonesia merdeka sudah ada pembelaan terhadap Palestina. Kedua, sejarah Palestina-Indonesia belum banyak dibahas. Kalau bisa dijadikan kurikulum nasional.
Ketiga, akses kepada wartawan untuk mendapatkan narasumber langsung dari Palestina. Keempat, memperbanyak literasi dan konten kepalestinaan. [Wnd/rls]