ChanelMuslim.com- Hari ini, 9 Zulhijjah 1441 Hijriah, jamaah haji tengah berkumpul di sebuah tempat nan luas dan panas: padang Arafah. Inilah puncak haji yang begitu sarat makna, sebuah miniatur padang mahsyar yang mengumpulkan seluruh umat manusia.
Padang Arafah terletak kurang lebih 21 kilometer dari Mekah, berada di sebelah tenggara Masjidil Haram. Dengan luas sekitar 1.225 hektar, Padang Arafah menjadi tempat pertemuan umat manusia sedunia yang paling luas di muka bumi ini.
Kata Arafah memiliki banyak makna. Antara lain, bermakna ‘araftu yang artinya aku telah mengetahui. Sebuah ungkapan yang disampaikan Nabi Ibrahim alaihissalam ketika Malaikat Jibril telah mengajarkan manasik haji kemudian mengatakan, “Apakah engkau sudah mengetahui?”
Arafah juga bermakna I’tiraf yang artinya sebuah pengakuan tulus hamba Allah atas segala dosa yang telah dilakukan. I’tiraf pernah dilakukan para nabi antara lain Nabi Adam setelah dikeluarkan dari surga, Nabi Yunus saat dalam perut ikan, dan Nabi Musa alaihimussalam. Dalam suasana wukuf yang berarti diam secara fisik, tapi hati terus beristigfar dan berzikir kepada Allah swt. Mengakui segala dosa yang begitu banyak telah dilakukan, memohon ampunan Allah, berdoa dan berzikir.
Arafah juga bermakna ta’aruf, saling mengenal. Dalam pertemuan terbesar umat manusia itu, akan ada proses saling mengenal satu sama lain sesama hamba-hamba Allah yang beriman. Saling mengenal secara fisik, mengenal secara pemikiran, dan perasaan. Dan proses itu terjadi secara alamiah dengan tidak ada keistimewaan satu individu dengan individu yang lain. Semua sama di hadapan Allah swt.
Arafah juga mengingatkan semua yang hadir tentang sebuah momen besar yang akan diikuti seluruh umat manusia, di hari akhir, dikumpulkannya umat manusia di Padang Mahsyar. Dunia yang saat ini dilalui tak lebih hanya sebuah persinggahan sejenak menuju akhirat yang abadi.
Tahun ini, ibadah haji sebagai haji yang lain dari yang lain. Tidak ada kerumunan jutaan umat manusia dari berbagai penjuru negeri. Tidak ada perlintasan antar negara menuju kota Makkah di Arab Saudi. Tidak ada kesibukan umat Islam di masing-masing negara untuk menyiapkan diri dalam keberangkatan. Situasi pandemi memaksa semua itu menjadi seperti haji saat ini.
Di masa pandemi, pemerintah Arab Saudi membatasi jamaah haji hanya sebanyak sepuluh ribu orang. Itu pun seratus persen mereka yang saat ini sedang tinggal di sana, 70 persen warga asing, dan 30 persennya asli warga Saudi.
Fenomena ini juga mengandung seribu satu makna. Setidaknya, sebuah pengingat dari Allah swt., bahwa haji harus dilaksanakan dengan ketulusan, hanya karena Allah. Bukan karena pencitraan, bukan ingin mendapat pujian dan peningkatan status sosial, bukan pula karena ingin “memutihkan” sebuah perjalanan wisata.
Fenomena ini pula mengingatkan bahwa Allah swt. tidak mengharap keuntungan dari ibadah haji jutaan hambaNya. Justru, para hamba itulah yang akan sangat membutuhkan kebaikan dari pelaksanaan ibadah haji. Kebesaran dan Keagungan Allah tidak secuil pun berkurang dengan sedikitnya jamaah haji yang hadir.
Masih banyak makna lain yang bisa ditelaah dari perjalanan ibadah haji di masa pandemi. Semoga situasi ini hanya sekali, dan tidak terulang untuk kesempatan berikutnya. Sebuah kesempatan mahal agar bisa beri’tiraf, mengakui segala dosa di sebuah tempat miniatur Padang Mahsyar sana. (Mh)