ChanelMuslim.com- Tak seorang pun mungkin yang membayangkan bahwa seribu satu pesona yang terbayang di awal tahun baru tersapu bersih dengan banjir pada 1 Januari dini hari. Cerita duka pun menggantikan skenario suka cita. Semua tiba-tiba teringat Allah dan masjid.
Silakan manusia membuat rencana. Apa saja. Rencana ini dan itu. Liburan kesana dan kesitu. Mau bakar ini dan itu. Ingin pesta pora semalaman suntuk. Silakan saja. Tapi, rel kendalinya ada di genggaman Allah swt.
Betapa, mungkin selama ini kita merangkak perlahan menjauh dari naungan kasih sayangNya. Kita seperti ingin menunjukkan bahwa saya, sekitar kita, harus sama dengan apa yang ditayangkan televisi dari dunia nan jauh sana. Dunia yang tidak mengenal alam ruh, kecuali materi saja.
Tiba-tiba, kita pun telah berada di shaf lain dari kelompok manusia yang bukan kita sebenarnya. Kita tiba-tiba seperti di barisan orang-orang yang memuja dunia seperti anak kecil yang memuja coklat lezat yang baru ia rasakan.
Perlahan tapi pasti, fisik kita bergerak tanpa kendali ruh yang senantiasa dalam orbitNya. Kering. Gersang. Yang nikmat bagi kita adalah hanya yang kita lihat, makan, minum, dan sentuh. Bukan pancaran cahaya hati yang terpuaskan melalui lantunan zikir dan pengorbanan untuk sesama.
Puncak dari semua endapan serba materi itu adalah keengganan hati untuk dekat dengan Allah swt. Masjid adalah tempat di bumi ini yang paling jauh untuk kita tempuh.
Walaupun, azan kerap kali memanggil kita untuk menuju tempat paling mulia di muka bumi ini. Kenyataannya, azan tinggallah azan. Panggilan agung berlalu begitu saja seiring sapuan kesibukan serba materi yang mengungkung hati dan kepala kita.
Kalaupun kita menyambut panggilan itu, tak lebih hanya sekadar kesegeraan untuk berlepas dari beban yang menggelayut di pundak. Tak perlu mengunjungi masjid, di rumah pun bisa. Secepat mungkin, karena urusan lain sudah antri menanti.
Yang Maha Sayang, Yang Maha Cinta, takkan membiarkan hambaNya yang terus lari dari shaf yang sepatutnya ia berada. Kalau dengan cara halus mereka tak kunjung tersadar. Boleh jadi, cara lain yang terkesan tidak disukai, bisa memaksa para hamba Allah untuk kembali berkunjung ke rumahNya yang mulia.
Kemana lagi para hamba Allah yang terguncang dengan musibah ini pergi, apa pun bentuknya, dan seberapa besar cakupannya; tempat yang paling pas untuk mereka tuju adalah masjid.
Sebuah bangunan yang memiliki ruangan luas, bersih, nyaman, hangat, dan “menyejukkan”. Tak perlu mereka sibuk menyiapkan uang sewa. Tak perlu khawatir diusir. Silakan menetap di situ hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Hingga, mereka bisa menemukan kembali orbit kehidupan yang sepatutnya.
Selalu ada hikmah di balik duka. Selalu ada pelajaran di balik pukulan. Banjir seperti mendidik kita tentang suatu hal. Tentang jalan pulang yang sebenarnya.
Bahwa, tempat yang semula begitu jauh kita rasakan. Bahwa, tempat yang begitu berat untuk kita tempuh. Kini, menjadi rumah yang paling dekat untuk kita kunjungi. Bukan hanya untuk kita, melainkan juga keluarga dan sanak kerabat semua. (Mh)