ChanelMuslim.com – Warga Muslim Indonesia di Amerika, Indonesian Muslim Society in America (IMSA), menggelar pertemuan tahunan, biasa disebut muktamar, 24-28 Desember di Chicago, Illinois.
Presiden IMSA Syafrin Setiawan Murdaz mengatakan, muktamar kali ini seperti napak tilas karena 15 tahun lalu diadakan di sekitar Chicago juga dan saat itu IMSA lahir sebagai organisasi nirlaba sehingga, walaupun tetap disingkat IMSA, bukan lagi singkatan dari Indonesian Muslim Student Association.
Syafrin menjelaskan tema muktamar tahun ini “Hijrah: Transforming Oneself in Challenging Times.”
“Kita ingin, pertama, hijrah secara fisik buat kita semua yang ada di tanah rantau, pada saat yang sama, hijrah dalam arti yang luas, tentang spiritual, bagaimana bisa benar-benar bertransformasi dengan lingkungan yang berbeda, dan yang lebih utama, hijrah dengan tantangan yang ada,” kata Syafrin.
Selain pergantian kepemimpinan IMSA, menurut ketua panitia, disebut Amir Muktamar 2019, Aria Prima Novianto, yang datang dari Urbana Champaign, Illinois, muktamar kali ini, sesuai temanya, akan membahas berbagai tantangan hijrah, termasuk gangguan jiwa. Aria menolak bila pembahasan gangguan jiwa dikaitkan penembakan yang beberapa kali dilaporkan terjadi di Amerika oleh orang dengan gangguan jiwa.
“Baik sebagai orang Timur maupun mungkin sebagai orang Islam, kita cenderung meremehkan hal ini. Kalau ada yang mungkin stress atau seperti itu, sering disebut ‘oh sholat saja’ atau mungkin baca doa in shaa Allah bisa sembuh atau membaik, padahal perlu perhatian lebih khusus dan harus diobati, jangan dibiarkan,” jelas Amir Muktamar Aria P. Novianto.
Tugas Amir Muktamar dibantu Amirah atau wakil ketua, Feraliza Gitosaputro dari Ohio. Bersama mereka membentuk panitia, dan Feraliza bertugas mencari koordinator bidang dan membantu tim kesehatan. Selain itu, Fealiza juga bertanggung jawab terutama untuk hal-hal terkait madrasah, konsumsi dan Yaumun Nisa serta dekorasi.
Pelaksanaan muktamar sangat bergantung pada semangat gotong royong. Tahun ini, menurut Aria, peran kelompok muda lebih menonjol. Mereka menyusun program untuk kelompok usia 18 ke atas yang disebut Yaumu Shabab, kelompok usia sampai 17 tahun yang disebut Youth, dan kelompok anak-anak, yang disebut madrasah. Pemuda juga membantu urusan publikasi dan, yang paling penting, menjadi relawan memasak, menyiapkan makan tiga kali sehari, lengkap dengan aneka minuman, buah dan kudapan, bagi 1.200 peserta.
Seperti sebelumnya, muktamar ini diadakan bersama kelompok mahasiswa Muslim Malaysia – Malaysian Islamic Student Group (MISG) dan menghadirkan pembicara-pembicara dari Amerika, Malaysia, dan Indonesia. Menurut rencana, muktamar akan secara resmi dibuka oleh Wakil Dubes Indonesia dan Menteri Pendidikan Malaysia.
Walaupun rutin berlangsung setiap tahun selama 20 tahun ini, peserta tetap antusias. Mereka menempuh perjalanan sampai belasan jam lewat darat atau berjam-jam melalui udara.
Sisca, dari Corona, Los Angeles, California, baru pertama kali mengikuti muktamar. “Saya datang ke muktamar karena senang bertemu sesama Muslim dari Indonesia,” komentarnya.
Sedangkan bagi Aliya dari Virginia, ini muktamarnya yang kedua. “Saya datang ke sini karena ingin menambah ilmu,” jelas Aliya.
Selain diisi diskusi membahas beragam topik yang umum dihadapi umat Islam di Amerika, muktamar kali ini menyediakan sesi konsultasi pribadi agar Muslim bisa sepenuhnya hijrah dan tanpa masalah mengadopsi negara barunya, mulai dari konsultasi psikologi hingga ke-Islam-an, hukum, sampai keimigrasian, juga lokakarya persiapan kerja, dan bazaar makanan dan pakaian.[ah/voaindonesia]