ChanelMuslim.com – Pelaku usaha harus menyampaikan informasi secara benar, jelas dan jujur kepada konsumen tentang produk yang diproduksi atau dijualnya, halal ataukah tidak. Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal, Siti Aminah dalam acara Pembinaan Jaminan Produk Halal (JPH) bagi Konsumen di Kota Batam, Sabtu (24/08).
“Ini sesuai ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Hal yang menjadi kewajiban bagi pelaku usaha adalah hal yang juga menjadi hak bagi konsumen,” sebut Aminah dalam forum pembinaan JPH yang diikuti oleh tujuh puluh lima peserta, terdiri dari pelajar, mahasiswa, guru dan dosen, serta perwakilan Kantor Kementerian Agama di Provinsi Kepulauan Riau.
Aminah mengatakan konsumen juga diharapkan aktifi bertanya kepada penjual mengenai status halal atau tidaknya.
“Untuk itu konsumen jangan ragu bertanya kepada penjual, jika ada informasi yang kurang jelas tentang produk yang akan dibeli,” jelas Aminah.
Menurut Aminah dilansir laman kemenag, salah satu perlakuan pada makanan olahan adalah dengan memberikan bahan tambahan pangan. Penambahan bahan-bahan tersebut ditujukan untuk menambah cita rasa pada makanan, baik dari segi rasa maupun tampilannya.
“Menambahkan zat tambahan pangan jangan sampai kehalalan makanan jadi diabaikan,” sebutnya.
Terkait hal ini, sertifikasi halal menjadi jaminan bahwa produk telah diproses secara halal.
“Sertifikasi halal merupakan upaya yang dilakukan produsen untuk meyakinkan konsumen bahwa produknya secara syariat Islam dijamin kehalalannya,” ungkapnya.
Aminah menegaskan bahwa konsumen harus memahami tentang jaminan produk halal, khususnya pada makanan.
“Bahkan fenomena yang terjadi pada makanan olahan malah sering menggeser nilai dari makanan itu sendiri. Termasuk dapat membuat makanan yang tadinya halal menjadi tidak halal,” tegas perempuan berdarah Bima ini.
Aminah mengajak agar setiap produk pangan olahan harus ditelusuri kehalalan asal bahan dan proses serta penyajiannya. Contohnya proses pembuatan roti. Dalam pembuatannya, produsen menggunakan terigu yang diperkaya dengan protein dan lemak hewan. Sumber bahan bisa saja dari hewan yang non halal, seperti bahan yang mengandung unsur babi yang akan membuat terigu dengan cita rasa tersendiri.
[gambar2]
“Bagi konsumen muslim, tentu hal ini tidak boleh dikonsumsi. Atau seperti penggunaan kuas yang berasal dari bulu babi pada martabak, konsumen muslim harus mengetahui hal itu. Sebetulnya konsumen dapat membedakan mana kuas yang berasal dari bulu babi atau tidak”, terang Aminah.
Kuas yang berasal dari bulu babi, lanjut Aminah ketika dibakar ia akan berbau seperti rambut terbakar. Bau ini tentu sangat khas, seperti bau daging yang terpanggang. Biasanya bewarna kuning muda dan lebih lembut.
[gambar1]
“Sedangkan kuas yang bukan dari bulu babi tidak mempunyai ciri sebagaimana yang disebutkan di atas,” tambahnya.
Menutup paparannya, Aminah berharap agar para peserta dapat ikut melakukan sosialisasi dan edukasi JPH di lingkungan terdekatnya, termasuk kepada anggota keluarga.
“Dalam meningkatkan pemahaman konsumen tentang JPH, kegiatan sosialisasi dan edukasi JPH kepada masyarakat harus digiatkan. Baik dengan meningkatkan peran serta institusi pendidikan maupun para penyuluh agama Islam di daerah,” tutup Aminah. [red/BPJPH]