ChanelMuslim.com – Perempuan di Bangladesh tidak lagi perlu menyatakan apakah mereka perawan atau tidak pada formulir pendaftaran pernikahan, demikian diputuskan pengadilan tertinggi negara itu.
Pengadilan tinggi memerintahkan kata "perawan" digantikan dengan "belum menikah". Pilihan lain pada formulir tersebut – "janda" dan "cerai" – tidak diubah.
Selama ini, pria diberikan kebebasan untuk menulis status di formulir pernikahan.
Kelompok hak perempuan – yang menyatakan kata "perawan" memalukan – menyambut baik keputusan pada hari Ahad lalu (25/08).
Di bagian lain, pengadilan menyatakan pengantin pria juga harus menyatakan status pernikahannya.
Hukum pernikahan di Bangladesh dikecam sejumlah kelompok hak perempuan karena dipandang diskriminatif dan membatasi perempuan.
Banyak anak perempuan di negara itu dipaksa menikah pada umur sangat muda.
Pengadilan menyatakan kata Bengali "kumari" atau perawan harus dicabut dari formulir pendaftaran pernikahan.
Kata itu digunakan untuk perempuan belum menikah, tetapi juga dapat berarti "perawan".
Pengacara kelompok yang mempertanyakan hal ini pada tahun 2014 berhasil meyakinkan bahwa formulir pernikahan tersebut memalukan dan melanggar ruang pribadi perempuan.
Pada hari Ahad (25/08) pengadilan menyatakan kata Bengali "obibahita" yang bisa berarti "seorang perempuan yang belum menikah" mulai sekarang harus digunakan bukan lagi "kumari".
Dalam keputusan yang terpisah, pengadilan mewajibkan pengantin pria untuk menyatakan apakah dirinya belum menikah, cerai hidup atau mati.
"Ini adalah keputusan sangat penting,|" kata Aynun Nahar Siddiqua, pengacara yang menangani kasus ini.
Dia berharap keputusan ini akan membantu peningkatan hak perempuan di Bangladesh.
Sementara itu seorang pejabat pernikahan setempat mengatakan dirinya dan koleganya sekarang sedang menunggu pemberitahuan resmi perubahan formulir tersebut.
"Saya telah banyak menikahkan orang di Dhaka dan saya sering kali ditanyakan mengapa pria diberikan kebebasan untuk tidak menyatakan status mereka, berbeda dengan perempuan. Saya selalu mengatakan kepada mereka bahwa keputusannya bukan di tangan saya," kata Mohammad Ali Akbar kepada Reuters.[ah/bbc]