BAGAIMANA status suami istri pasca cerai dan aturan rujuk kembali? Perceraian mungkin saja terjadi dalam keluarga muslim.
Karena itu Islam mengatur bagaimana pola hubungan suami isteri yang bercerai, saat talak satu, dua, dan tiga. Hal berikut ini menjelaskan pola hubungan itu dan aturan ketika keduanya memutuskan bersatu lagi.
Baca Juga: Suami Poligami, Istri Tidak Boleh Meminta Untuk Menceraikan Madunya
Status Suami Istri Pasca Cerai dan Aturan Rujuk Kembali
Dikutip dari laman Konsultasi Syariah, berikut penjelasan dari Ustaz Ammi Nur Baits.
Pertama, Istri yang dicerai harus menjalani masa iddah.
Masa iddah untuk wanita yang masih haid adalah selama 3 kali haid. Allah Ta’ala berfirman,
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ
“Para wanita yang dicerai, menunggu status dirinya (tidak menikah) selama tiga quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Ulama berbeda pendapat tentang makna quru’. Ada yang mengatakan quru adalah haid dan ada yang mendefinisikan quru’ sebagai masa suci haid. Pendapat yang kuat –Allahu a’lam– quru’ maknanya adalah haid.
Kedua, selama menjalani masa iddah untuk talak satu dan dua, wanita wajib tinggal bersama suami yang mentalaknya. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu.
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (QS. Thalaq: 1)
Sayid Sabiq mengatakan, “Wajib bagi wanita yang menjalani masa iddah untuk tetap tinggal di rumah suaminya (atau di tempat yang sama dengan suaminya) sampai selesai masa iddah-nya.
Dia tidak boleh keluar (tinggal di luar), demikian pula suaminya tidak boleh mengusirnya dari rumahnya. Jika suami menjatuhkan talak ketika istri sedang tidak di rumah suaminya (misal: di rumah orang tuanya), maka sang istri wajib untuk kembali pulang ke rumah suami (meskipun kontrakan), persis setelah dia tahu bahwa suaminya menceraikannya.” (Fiqih Sunnah, 2:334, tambahan dalam kurung dari penerjemah)
Ketiga, sesungguhnya suami yang menceraikan istri sebelum tiga kali, selama menjalani masa iddah, status mereka masih suami istri.
Karena itu, suami boleh melihat aurat istri dan sebaliknya, demikian pula, suami tetap wajib memberi nafkah istrinya yang sedang menjalani masa iddah.
Allah berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
“Suaminya itu lebih berhak untuk rujuk dengan istrinya selama masa iddah itu, jika mereka menginginkan kebaikan.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Syaikh Mustofa Al-Adawi mengatakan, “Allah Ta’ala menyebut suami yang menceraikan istrinya yang sedang menjalani masa iddah dengan “suaminya” (suami bagi istrinya).” (Jami’ Ahkam an-Nisa, 511)
Keempat, selama masa iddah, suami paling berhak untuk menentukan rujuk
Allah berfirman,
وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ
“Suaminya itu lebih berhak untuk rujuk dengan istrinya selama masa iddah itu…” (QS. Al-Baqarah: 228)
Berdasarkan ayat ini, para ulama menegaskan bahwa suami lebih berhak untuk menentukan rujuk dan tidaknya pernikahan.
Jika suami ingin rujuk, maka hubungan keluarga dilangsungkan kembali, meskipun istri menolaknya. Sebaliknya, ketika istri menghendaki rujuk, sementara suami tidak menginginkan maka rujuk tidak bisa dilakukan.
Si istri hanya bisa mengajukan permohonan kepada suami agar bersedia untuk rujuk. Namun, ini hanya berlaku selama masa iddah. Demikian keterangan Al-Qurthubi, bahkan beliau menyatakan bahwa hal itu dengan sepakat ulama. (Tafsir Al-Qurthubi, 3:120)
Kelima, Setelah selesai masa iddah
Setelah selesai masa iddah, status kedua pasangan ini tidak lagi suami istri. Si laki-laki bukan lagi suaminya dan si wanita bukan lagi istrinya.
Mereka wajib berpisah sebagaimana hukum yang berlaku pada lelaki maupun wanita yang bukan mahram.
Setelah selesai masa iddah inilah si istri kembali menjadi wanita yang sama sekali tidak terikat dengan kewajiban rumah tangga.
Dia berhak untuk menentukan keputusannya sendiri. Sehingga jika si lelaki ingin kembali membangun rumah tangga maka wajib melalui fase-fase pernikahan pada umumnya; harus meminang, ada izin wali, akad nikah baru, ada mahar baru, dan wajib dengan saksi, sebagaimana layaknya hukum pernikahan. Al-Qurthubi mengatakan bahwa hal ini dengan sepakat ulama. (Tafsir Al-Qurthubi, 3:120)
Wallahu a’lam. [Mh/Cms]