TANGGAL 13 dan 14 Desember 2025 mungkin sedianya akan dijadikan hari serangan terorisme Islam untuk warga AS dan Yahudi. Tapi karena ‘takdir’, segalanya menjadi berantakan.
Ada tiga serangan yang sepertinya sangat terencana dan menyasar pada fokus yang sama: warga AS dan Yahudi.
Serangan pertama terjadi di Suriah yang menewaskan 2 tentara AS dan 1 warga sebagai penerjemah, Sabtu (13/12). Serangan dikabarkan dilakukan oleh seorang bersenjata dan membawa simbol ISIS.
Serangan kedua terjadi di Universitas Brown di Amerika yang menewaskan 2 mahasiswa dan melukai delapan lainnya, Sabtu (13/12). Pelaku dikabarkan berusia 30-an tahun dan masih buron.
Serangan ketiga terjadi di pantai Bondi, Australia, Ahad (14/12) petang. Serangan ini dikabarkan menyasar ratusan warga Yahudi yang tengah bersenang-senang di pantai Bondi. Mereka sedang merayakan pekan Hanukkah, sebuah perayaan Yahudi.
Dikabarkan, belasan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Pelaku dikabarkan sebanyak 2 orang. Satu pelaku tewas ditembak di tempat, dan satunya lagi dalam keadaan kritis.
Belum jelas identitas kedua pelaku. Tapi sebuah media mengabarkan kalau kedua pelaku adalah ayah dan anak.
Drama Playing Victim
Kalau saja kejadian teror itu terjadi hanya di satu tempat, mungkin orang akan menganggapnya sebagai teror spontan. Tapi jika terjadi tiga tempat yang berjauhan: Suriah, AS, dan Australia, rasanya bukan spontanitas. Ini sebuah skenario besar.
Terlebih lagi, yang menjadi korban di tiga titik itu adalah warga AS dan warga Yahudi. Selama ini, AS dan Israel merupakan pihak yang paling disorot sebagai pelaku genosida di Palestina. Hingga kini, kekejaman itu masih terus berlangsung.
Jika tiga peristiwa terorisme di Suriah, AS, dan Australia ‘diledakkan’ sebagai opini dunia, maka hal itu akan mengimbangi ‘kotornya’ AS dan Yahudi.
Dengan kata lain, para pelaku terorisme tersebut kemungkinan besar bagian dari operasi intelijen AS dan Israel. Karena hampir tak mungkin di tiga wilayah itu terjadi terorisme tanpa diketahui siapa pelakunya.
Kenihilan tentang siapa pelaku tak ubahnya seperti cek kosong yang bisa diisi apa saja oleh siapa yang memberitakan.
Bisa dibilang, saat ini hanya ada dua kekuatan yang bisa ‘memainkan’ gerakan dunia: AS bersama porosnya dan Rusia juga bersama porosnya. Dan untuk kali ini, rasanya publik dunia tak akan menduga pelakunya adalah Rusia dan porosnya.
Terorisme Islam?
Inilah yang sepertinya akan dijadikan ‘drama’ bersambung edisi Desember 2025. Meskipun, siapa pun yang masih punya otak waras tak akan setuju dengan bualan itu. Hal ini karena gerakan Islam bisa dibilang sudah ‘habis’ sama sekali.
Kedua, kalau pun ada gerakan Islam yang bisa ‘bermain’ senjata, tak lebih hanya boneka intelijen AS dan Israel.
Skenario Gagal Total
Sepertinya, skenario tentang terorisme Islam diawali dari ‘drama’ di Suriah yang menewaskan 2 tentara AS.
Skenario pun berlanjut dan menyasar warga sipil di AS. Tak tanggung-tanggung warga sipil yang menjadi korban adalah mahasiswa. Status sosial ini bisa dibilang paling mampu meletupkan kemarahan publik dunia.
Dan skenario penutup adalah apa yang terjadi di Pantai Bonde, Australia. Korbannya ratusan warga Yahudi yang tengah merayakan hari raya agama mereka: Hanukkah.
Momen ini akan menyegarkan memori publik dunia dengan yang pernah terjadi di Gaza pada 7 Oktober 2023. Momen ini biasa disebut sebagai Tufanul Aqsha atau ‘Badai Al-Aqsha’ 7 Oktober.
Peristiwa ini dilakukan oleh para pejuang Hamas yang memanfaatkan kelengahan keamanan pihak Israel. Dari sinilah, peristiwa Genosida itu berlangsung hingga saat ini.
Namun begitu, takdir berkata lain. Skenario di Pantai Bonde Ausralia sepertinya gagal total. Hal ini karena ada warga muslim Australia keturunan Suriah yang justru tiba-tiba menjadi pahlawan. Namanya juga begitu istimewa: Ahmed. Usianya 43 tahun.
Pemuda yang sehari-hari berdagang buah di sekitaran Pantai Bonde ini rela mengorbankan nyawanya untuk merebut senjata laras panjang yang sedang dipegang salah satu pelaku.
Ahmed memang berhasil merebut senjata itu dari arah belakang pelaku. Tapi, ia juga terkena dua tembakan di lengan dan tangan. Ia pun dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Publik Australia Mengelu-elukan Muslim
Siapa sangka, penembakan massal di Pantai Bonde akhirnya tertutup begitu saja oleh aksi heroik seorang pemuda muslim bernama Ahmed ini.
Seluruh pejabat tinggi Australia akhirnya, mau tak mau, ikut memuji Ahmed. Bahkan, Trump juga ikut memuji Ahmed.
Padahal sebelumnya, pidato sudah diarahkan untuk mengecam aksi terorisme yang sepertinya akan tertuju ke umat Islam. Dan hal ini akan menjadi satu rangkaian dengan yang sudah terjadi di Suriah dan Universitas Brown sehari sebelumnya.
Dengan kata lain, skenario ini gagal total. Alih-alih umat Islam di AS dan Australia menjadi bulan-bulanan media massa, kini menjadi sebaliknya: dipuji-puji publik dunia. [Mh]




