ZOHRAN Mamdani sukses menulis lembaran sejarah baru Kota New York. Setelah empat ratus tahun, baru kali ini ada seorang muslim yang terpilih menjadi wali kota.
Sejarah Baru Kota New York
Kota New York tampak benar-benar berbeda pada Rabu malam lalu. Suasana lain dari yang lain itu bahkan menjadi sorotan umat manusia seluruh dunia.
Bukan karena gemerlap kotanya. Bukan pula karena orang-orang terkayanya. Begitu pun bukan karena penampilan artis-artis di sana. Melainkan karena sosok baru wali kotanya.
Ya, Zohran Mamdani akhirnya terpilih sebagai wali kota New York. Pria berusia 34 tahun ini sukses meraih suara 50,4 persen, mengungguli dua pesaingnya: Andrew Cuomo dan Curtis Sliwa.
Padahal, pesaingnya itu bukan orang sembarangan. Andrew Cuomo misalnya, merupakan mantan Gubernur New York periode sebelumnya. Bagaimana mungkin seorang mantan gubernur bisa dikalahkan dalam pentas pemilihan wali kota.
‘Perang’ Besar di Kota New York
Sosok Zohran Mamdani yang muslim, imigran, muda, dan pemikiran yang sosialis merupakan hal yang lain dari biasanya. Terutama dari sudut pandang muslimnya.
Seperti sudah menjadi pemahaman publik dunia bahwa New York begitu sarat dengan Islamofobia. Inilah desain besar kaum Yahudi di Amerika untuk menjauhkan muslim masuk ke wilayah yang begitu strategis dalam perpolitikan Amerika.
Di Kota New York, di situ berada kantor PBB. Di kota New York, di situ pula pusat keuangan dunia: Wall Street. Jadi, betapa strategisnya kota ini dalam kacamata Yahudi Amerika.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan sekaliber Trump pun ikut turun tangan. Beberapa hari sebelum pemilihan, Trump berkali-kali mengancam Zohran dan warga New York. Antara lain, jika Zohran terpilih, anggaran untuk New York akan dipangkas habis hingga di batas minimalnya.
Selama ini, dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya, hampir tak pernah ada jumlah pemilih yang mencapai 2 juta orang dari 8 juta warga Kota New York. Biasanya kisaran pemilih hanya di bilangan ratusan ribu saja. Paling tinggi sampai 1 juta orang.
Namun saat ini sangat berbeda. Sebanyak 2 juta pemilih tiba-tiba muncul dan aktif: baik yang pro Zohran maupun para pesaingnya.
Publik Amerika percaya bahwa fenomena langka itu bukan karena Zohran imigran. Melainkan karena ia seorang muslim yang memiliki visi sosialis kerakyatan.
Kunci Kemenangan Zohran
Di sisi yang berbeda, kunci kemenangan Zohran tentu juga bukan karena ia seorang muslim. Dan hal itu tak pernah ditonjolkan Zohran dan timnya untuk memilihnya.
Publik Kota New York memilih Zohran karena visi misinya yang sangat berbeda dan bisa dibilang radikal untuk perbaikan rakyat Kota New York dan Amerika kedepannya.
Ada dua visi besar Zohran yang sama sekali berbeda dengan para calon, bahkan para pemimpin Amerika sebelumnya. Pertama tentang visi keadilan sosialnya yang menjadikan dirinya disebut sosialis. Kedua, karena keberaniannya menyebut Israel sebagai pelaku genosida di Palestina.
Bahkan, dalam ucapannya di publik, secara tegas Zohran mengatakan, “Jika Netanyahu datang ke New York, saya akan perintahkan NYPD untuk menangkapnya!”
Keberanian ini dianggap sangat luar biasa. Selama ini, tak ada satu pun pemimpin apalagi calon di Amerika yang berani berlawanan dengan Israel. Hal ini karena mereka sepertinya memahami bahwa Amerika adalah Israel dalam bentuk maksi, dan Israel adalah Amerika dalam bentuk mini.
Tentang visi keadilan sosial, Zohran bisa dibilang jeli melihat kenyataan warga New York. Dari sekitar 8 juta penduduk Kota New York, hanya 2 persen saja yang kaya raya. Dan sayangnya, orang yang 2 persen ini mendominasi kota New York.
New York selama ini seratus persen dikelola dengan ideologi kapitalis. Segalanya serba mahal, dan segalanya tak luput dari uang. Kalau tidak cukup uang, siapa pun seperti tak pantas menjadi warga New York.
Zohran melihat kesenjangan ini sebagai peluang dan obsesi perjuangannya. Ia mencanangkan akan memberikan pendidikan gratis, transportasi gratis, dan menurunkan segala beban biaya untuk warganya.
Satu lagi yang menjadi kunci kemenangan dari pria yang baru 20 tahun menjadi warga AS ini saat usianya 14 tahun. Yaitu, Zohran begitu luwes, murah senyum, piawai menarasikan visi misinya ke siapa pun.
Bahkan Gubernur New York: Kathy Hochul, awalnya begitu antipati dengan Zohran. Ia begitu meremehkan Zohran karena tak punya apa-apa.
Namun, ketika Zohran menemui gubernur wanita ini, keadaannya menjadi berbalik. Kathy begitu yakin bahwa Kota New York akan sejahtera di bawah kendali Zohran.
Kenapa Zohran tidak ‘jualan’ Islamnya?
Para tokoh Islam di Amerika boleh jadi sudah menyadarkan Zohran bahwa visi misi Islam dalam pemerintahan adalah sejalan dengan visi misi kemanusiaan.
Jadi, tak perlu lagi dikemas dalam bungkus Islam, visi misi Islam akan selalu sejalan dan bahkan satu track dengan apa yang diinginkan dan dielu-elukan setiap warga kota dan negara. Antara lain, keadilan, keamanan, kedamaian, kesejahteraan, dan persatuan warganya.
Inilah sejarah baru New York. Dan insya Allah, tidak tertutup kemungkinan, akan juga menjadi sejarah baru untuk Amerika dalam pemilihan presidennya kelak. [Mh]





