KESEPIAN di tengah keramaian, oleh: Cahyadi Takariawan. Begitu banyak orang merasa kesepian akhir-akhir ini. Sedemikian membahayakan, sampai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada bulan November 2023 telah menyatakan kesepian sebagai ancaman kesehatan global yang mendesak.
Uniknya, kesepian adalah kondisi yang rumit. Anatomi kesepian tidak selalu mengacu kepada sendirian tak berteman. Bukan soal berapa banyak orang yang Anda temui, Anda ajak bicara atau followers medsos yang Anda miliki.
Seseorang mungkin memiliki sangat banyak orang mengelilinginya. Memiliki keluarga, memiliki saudara, memiliki teman, memiliki tetangga. Namun orang-orang itu tak terhubung.
Komedian Robin Williams mengungkapkan kondisi tersebut dalam film World’s Greatest Dad.
“I used to think the worst thing in life was to end up all alone. It’s not. The worst thing in life is to end up with people who make you feel all alone”.
“Saya dulu berpikir hal terburuk dalam hidup adalah ketika berakhir sendirian,” ungkap Robin Williams.
“Ternyata bukan itu. Hal terburuk dalam hidup adalah ketika berakhir bersama orang-orang yang membuatmu merasa sendirian,” sambungnya.
Robin Williams pernah membayangkan, hal yang sangat mengerikan adalah apabila di akhir hidup berada dalam kondisi sendirian tiada teman. Ternyata bayangan itu salah. Ia menemukan bahwa yang paling mengerikan adalah ketika bersama orang-orang yang membuat hidup terasa sendirian.
Baca juga: Jangan Meremehkan Dampak Kesepian
Kesepian di Tengah Keramaian
Mengapa bisa merasa kesepian di tengah keramaian? Jawabannya adalah karena tidak terhubung. Suami, istri dan anak-anak bersama-sama berada di ruang keluarga, namun asyik dengan gadget masing-masing. Tidak mengobrol, tidak bercanda, tidak bercerita.
Secara fisik mereka tampak bersama, namun secara perasaan dan pikiran, tak saling terhubung satu dengan yang lain. Internet tak membuat mereka merasa terhubung. Media sosial tak membuat manusia merasakan kehangatan.
Obrolan, pelukan, perhatian, pengertian, penerimaan, ketulusan, inilah yang menghasilkan keterhubungan. Sayang, ini semakin jarang dirasakan. Sisi-sisi kemanusiaan yang tergerus oleh kemajuan teknologi.
Lebih mengenaskan lagi, jika kesepian terjadi pada lelaki.
Olivia Remes (2018) menyatakan, “Loneliness more often results in death for men than for women. Lonely men are also less resilient and tend to be more depressed than lonely women”.
Ini adalah berita buruk bagi kaum Adam. “Kesepian lebih sering berakibat kematian bagi laki-laki dibandingkan perempuan. Laki-laki kesepian terbukti kurang tangguh dan cenderung lebih mudah depresi dibandingkan perempuan yang kesepian”, ujar Remes.
Mengapa demikian?
“This is because men are typically discouraged from expressing their emotions in society and if they do they are judged harshly for it.”
Hal ini karena laki-laki biasanya tidak dibolehkan untuk mengekspresikan emosinya di masyarakat, dan jika laki-laki melakukannya, mereka akan dihakimi dengan keras,” lanjut Remes.
Banyak lelaki enggan mengakui kepada diri sendiri bahwa mereka merasa kesepian. Malu tampak lemah dan cengeng. Malu minta bantuan. Malu menangis.
“Hal ini dapat berdampak serius pada kesehatan mental mereka,” ujar Remes.
Maka tetaplah terhubung. Miliki quality time bersama pasangan tercinta, bersama keluarga, bersama teman kerja, bersama tetangga, bersama komunitas kebaikan. Bukan gadget time. Bukan mengedepankan keasyikan pribadi, namun keasyikan bersama orang-orang tercinta.[ind]