RATUSAN warga Pulau Pari dan aktivis lembaga swadaya masyarakat menyambangi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendesak pemerintah mencabut izin Persetujuan Kesesuaian Ruang Laut (PKKPRL) yang memperparah kerusakan ekosistem Pulau Pari di tengah gempuran krisis iklim, Rabu, 8 Oktober 2025.
Warga hadir membawa replika kapal “Thousand Sunny” yang terinspirasi dari animasi populer “One Piece”.
Warga juga membentangkan spanduk besar bertuliskan “Lindungi Pulau Kecil, Selamatkan Pulau Pari” di gedung KKP.
Pulau Pari, salah satu destinasi wisata paling populer di Kepulauan Seribu, kini terancam hilang akibat kombinasi krisis iklim dan proyek reklamasi oleh perusahaan swasta.
Mustaghfirin, warga Pulau Pari dan Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3), mengatakan pemberian izin dari Kementerian membuat Pulau Pari dan warganya menanggung beban berlipat yang mengancam eksistensi pulau ini.
Baca juga: Mirip Pulau Karimunjawa, Pulau Sebesi Lampung Selatan Akan Menjadi Wisata Bahari
Ratusan Warga Pulau Pari dan Aktivis Lembaga Swadaya Desak Pemerintah Cabut Izin PKKPRL
Menurut dia, Pulau Pari yang bisa ditempuh dua jam dari Jakarta selama ini dikenal sebagai primadona destinasi wisata bahari di Kepulauan Seribu.
Pantai berpasir putih itu jadi magnet bagi wisatawan. Sementara itu, mangrove yang subur serta padang lamun jadi habitat penting berbagai jenis ikan dan biota laut.
Ancaman itu semakin diperburuk oleh proyek reklamasi oleh korporasi swasta yang justru difasilitasi oleh KKP lewat penerbitan izin Persetujuan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Izin ini membuka jalan bagi korporasi untuk melakukan ekspansi proyek-proyek yang berpotensi merusak keseimbangan ekosistem pulau kecil.
Berdasarkan temuan Greenpeace Indonesia, aktivitas reklamasi yang dilakukan di sekitar Pulau Pari telah menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir, termasuk rusaknya ekosistem lamun, jumlah mangrove yang berkurang, abrasi, kerusakan terumbu karang dan meningkatnya risiko banjir rob.
Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait.mengatakan dampak sosial-ekonomi pun dirasakan langsung oleh warga, pendapatan dari sektor perikanan dan kelautan menurun tajam, akses ke laut semakin terbatas, dan rasa aman terhadap lingkungan hidup terganggu.
Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta yang telah mendampingi advokasi warga Pulau Pari selama satu dekade menyoroti minimnya upaya pemerintah dalam mengatasi upaya privatisasi pulau.
Tim Advokasi Pulau Pari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Abdul Rohim Marbun menambahkan, aksi warga di depan kantor KKP merupakan manifestasi dari puncak kekecewaan warga terhadap pemerintah.
Sebelumnya Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan bahwa PT CPS diduga melakukan reklamasi tanpa izin di kawasan PKKPRL yang diterbitkan pada 12 Juli 2024, yang seharusnya hanya untuk pembangunan cottage apung dan dermaga wisata seluas 180 hektare.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Wahyu Trenggono mengklaim tengah berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menjatuhkan sanksi.
“Rencana tindak lanjut mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada PT CPS atas indikasi pelanggaran yang telah dilakukan,” ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR di Senayan, Jakarta, Kamis, 23 Januari 2025.
Hasil peninjauan lapangan KKP menemukan aktivitas pengerukan menggunakan alat berat di area KKPRL, yang merupakan ekosistem mangrove dan padang lamun dalam kondisi baik.
Trenggono menambahkan, PT CPS juga membangun pondok wisata dengan reklamasi tanpa KKPRL, yang mengakibatkan alih fungsi ekosistem mangrove.
Tindakan ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023. [Din]