DAKWAH itu mengajak. Rasanya akan sulit melakukan dakwah jika yang diajak tidak dekat.
Ada yang menarik di balik masuk Islamnya Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Keponakan sekaligus menantu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ini masuk Islam di usia yang sangat belia: 8 tahun.
Masuk Islamnya Ali bin Abi Thalib di usia sangat belia itu karena kedekatannya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sejak masih anak-anak. Hal itu karena Ali tinggal bersama keluarga Nabi, seperti anak dan ayah.
Di sebuah masa paceklik yang melanda Quraisy, Nabi yang saat itu belum menjadi Nabi dan Rasul, ingin meringankan beban Abu Thalib. Hal ini karena paman Nabi itu punya anak banyak. Satu riwayat sebanyak 7 anak. Riwayat lain ada 10 anak.
Nabi mengajak pamannya, Abbas, mengangkat Ja’far bin Abi Thalib sebagai anak angkat. Sementara, beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai anak. Abu Thalib tidak keberatan dengan bantuan itu.
Sejak itu, Ali tinggal bersama keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal itulah yang menjadikan Ali begitu dekat dengan Nabi.
Ketika pada awal menjadi Nabi, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menawarkan Ali untuk masuk Islam. Meski usianya baru 8 tahun, Ali sudah berpikir matang.
Ali menjawab, “Aku akan bertanya dulu kepada ayah (Abu Thalib).”
Nabi langsung melarangnya. Nabi menceritakan kalau hal ini masih rahasia. Nabi mempersilakan Ali untuk merenungkan dulu. “Kalau kamu tidak mau masuk Islam, jangan ceritakan hal ini kepada siapa pun,” ucap Nabi.
Ali memahami ucapan Nabi. Malam harinya ia merenung. Malam itu, Allah subhanahu wata’ala memberikannya hidayah. Ali pun akhirnya mengucapkan kalimah syahadah.
Ketika dakwah Nabi sudah tidak rahasia lagi, Ali bin Abi Thalib menceritakan tentang masuk Islamnya kepada ayahnya.
Abu Thalib mengatakan, “Beliau itu orang baik dan apa yang dibawanya pasti kebaikan. Teruskanlah!”
**
Modal utama dakwah itu adanya kedekatan dengan orang yang akan didakwahi. Bukan hanya sekadar kedekatan, melainkan juga kedekatan yang terjalin dalam kebaikan dan kedermawanan.
Kalau kita ingin sukses dalam dakwah, jangan pernah jauh dari target dakwah kita. Satu lagi: berikan keteladanan dalam kedermawanan yang tulus. Bukan sebaliknya. [Mh]