CEASEFIRE sudah berlaku, namun boikot dan sedekah tetap harus lanjut. Dikutip dari laman milik Gen Saladin, inilah sejarah Yahudi yang tak pernah lepas dari pengkhianatan pada janji.
Adalah Ariel Osran, seorang analis zion urusan keamanan dan politik Israel, belum lama ia mengatakan, “Israel membutuhkan kesepakatan gencatan senjata karena pembebasan tawanan (Israel) dari Gaza tidak berhasil melalui operasi militer, ditambah lagi dengan kerugian di pihak tentara, isolasi internasional, dan penghancuran Gaza. Namun, manfaat dari kesepakatan ini bagi Israel terbatas.”
Sekilas, statement itu cukup menenangkan buat kita. Gencatan senjata ini, musuh yang butuh, musuh yang ingin.
Seharusnya mereka yang benar-benar menjaga agar kesepakatan gencatan tidak rusak.
Bagi kamu yang belum tahu, kini kita sedang membicarakan tentang rencana gencatan senjata dimana pihak musuh akhirnya menyerah dan menyetujui syarat menyerah yang diinginkan pejuang.
Kesepakatan ini berlaku 19 Januari 2025. Tapi, apa yang kemudian terjadi?
“Setelah mengumumkan bahwa kesepakatan telah tercapai, tentara musuh menargetkan tempat di mana seorang tahanan wanita pada tahap pertama dari kesepakatan berada,” begitu rilis sang juru bicara pejuang, Abu Ubaidah.
Beliau melanjutkan, “Setiap agresi dan pemboman yang dilakukan musuh pada tahap ini dapat mengubah kebebasan seorang tahanan menjadi sebuah tragedi.”
Musuh, malah berusaha mengkhianati kesepakatan bahkan sebelum ia berlaku! Sejak dahulu kala, bahkan di zaman Baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kaum Yahudi memang sudah “red flag” kalau bicara masalah loyalitas dan kejujuran.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Saat Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah ke Madinah, ada 3 suku Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraidzah) dan ketiga-tiganya berakhir dengan pelanggaran kesepakatan.
Ada yang karena pembunuhan, konspirasi untuk menyakiti Nabi, hingga kongkalikong mereka dengan musyrikin Quraisy.
Maka, di tengah kebahagiaan menuju gencatan senjata ini, kita tetap harus siaga.
Terlebih, sebenarnya ini adalah rehat untuk saudara kita di garis depan perjuangan, sebelum mereka berlaga lebih hebat lagi di babak selanjutnya.
Adapun kita, tak boleh berhenti bersuara hingga Al Aqsha benar-benar merdeka.
Kenapa harus siaga? Ya, karena kaum yang menjadi bagian dalam kesepakatan ini adalah kaum yang paling suka berkhianat.
Dan pengkhianatan mereka setelah gencatan senjata sudah biasa terjadi.
Dr Ali Ash Shalabi merangkum 13 sifat jahat yahudi yang Allah abadikan dalam Al Qur’an.
Salah satunya adalah: berkhianat pada janji.
Allah berfirman tentang pelanggaran komitmen Bani Israil yang tidak mau beriman, “…(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka Kami melaknat mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS. Al-Maidah 13).
Mereka pun sering melanggar perintah nabi-nabi mereka, bahkan sampai di tahap membunuh nabi.
Tetap Siaga! Inilah Sejarah Yahudi yang Tak Pernah Lepas dari Pengkhianatan Pada Janji
Allah berfirman tentang Yahudi, “Maka (Kami hukum mereka), karena mereka melanggar perjanjian itu, karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, dan karena mereka telah membunuh nabi-nabi tanpa hak…” (QS. An-Nisa 155).
Itulah mengapa, sejak awal perjuangan, dr Abdul Aziz Rantissi pernah berkata, “Sungguh mereka tidak mengerti bahasa apapun kecuali bahasa kekuatan.”
Ismael Haniyah pun tegas lugas mengenai strategi menghadapi musuh, “Apa yang tidak bisa mereka capai di medan perang, tidak akan boleh mereka peroleh dengan tipu daya politik.”
Kabar baiknya, pejuang-pejuang di garis depan sudah paham tentang ini.
Maka mereka pun tetap mengencangkan sabuk, waspada dan justru lebih siaga lagi menjelang gencatan senjata.
Karena menghadapi kaum yang suka mengkhianati janji, hanya bisa dilakukan dengan kekuatan besar yang melapukkan mental mereka.
Untuk menghadapi zion, pejuang bersikap teguh sebagaimana firman Allah, “…hamba-hamba Kami yang perkasa, lalu mereka merajalela di wilayah-wilayah…” (QS. Al-Isra: 5).[Sdz]