ULAMA mendidik umat itu tugas berat dan mulia. Tapi, tugas mendidik keluarga sendiri jauh lebih berat lagi.
Ada sebuah kisah menarik tentang seorang ulama ternama di Mesir pada tahun 900-an hijriyah. Beliau adalah Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, seorang pakar ilmu hadis, fikih, dan tasawuf.
Beliau menimba ilmu Islam sejak masih belia. Sudah hafal Al-Qur’an di usia sebelum 10 tahun. Beliau belajar Islam dari para ulama di Mesir, Mekah, dan tempat-tempat lain yang menjadi pusat ilmu Islam.
Tidak heran jika pada usia 20 tahun, para gurunya sudah mengizinkan ulama yang masa kecilnya yatim piatu ini untuk berfatwa. Ia kerap melakukan rihlah ilmiyah atau pengembaraan untuk mengejar ilmu-ilmu Islam di belahan dunia.
Di masa puncaknya, Imam Al-Haitami diamanahkan sebagai hakim agung di Mesir. Jika ia sudah berfatwa, maka tidak ada ulama lain yang akan menyelisihi pendapatnya.
Ada yang menarik dari sisi lain kehidupan beliau. Yaitu, tentang istri Imam Al-Haitami. Memang kisah ini tidak disebutkan kapan terjadinya: apakah di awal pernikahan, pertengahan, atau di masa tuanya.
Ada semacam kesenjangan gaya hidup antara Al-Haitami dengan istrinya. Al-Haitami sudah mandarah daging hidup dalam kesederhanaan, sementara istrinya ingin lebih dari itu.
“Aku ingin mandi di kolam air panas,” ucap istri beliau. Kolam air panas itu khusus untuk wanita dan biasanya dikunjungi oleh mereka yang berpenghasilan menengah ke atas.
Imam Al-Haitami tidak menyangkal keinginan istrinya itu. Masalahnya, ia harus menabung agar bisa membayar uang masuk di pemandian itu. Dan itu perlu beberapa hari.
Setelah uang terkumpul, Al-Haitami mengajak istrinya menuju pemandian. Istrinya senang luar biasa.
Tapi, saat tiba di lokasi, keduanya tidak diperbolehkan masuk oleh penjaga. “Kenapa?” tanya Al-Haitami.
Penjaga itu menjelaskan kalau pemandian air panas itu sedang disewa oleh istri seorang tokoh. Pemandian saat itu hanya untuk ‘tamu undangan’.
“Silakan Anda datang esok hari,” ucap sang penjaga.
Tentu saja istri Al-Haitami kecewa. Sudah susah menabung, datang dari lokasi yang jauh; eh disuruh balik lagi karena tempat dicarter oleh orang lain.
Saat itulah, terucap kalimat sang istri yang menyentak Al-Haitami. Kira-kira, “Ilmu yang banyak tapi tidak bisa mendatangkan uang yang banyak, gimana?”
Al-Haitami terkejut. Ia pun ingin memberikan pelajaran khusus kepada istrinya. Ia menjelaskan bahwa hidup sederhana itu bukan nasib yang ia terima, tapi merupakan pilihan hidupnya.
Untuk membuktikan itu, Al-Haitami mengajak istrinya ke sebuah sumur. Ia menimba sumur itu dengan sebuah ember. Istrinya menunggu yang dilakukan suaminya itu.
Ternyata, bukan air yang dari menimba di sumur itu. Melainkan, uang dinar emas. Penuh seember.
“Apa cukup?” tanya Al-Haitami. Istrinya langsung menjawab, “Belum!”
Al-Haitami menimba lagi. Satu ember dinar emas didapatkan lagi. Ia bertanya lagi ke istrinya, “Apa cukup?”
Istrinya menjawab, “Belum!” Hingga, di timbaan yang ketiga baru dirasa cukup oleh sang istri.
Al-Haitami pun mengatakan, “Baiklah, sekarang kamu bisa memilih. Pilih semua dinar emas ini dan kita akan berpisah untuk selamanya. Atau, kamu memilih tetap bersamaku, dan semua dinar emas ini kumasukkan lagi ke sumur.”
“Ya sudah, balikkan saja satu ember dan kita tetap bersama,” ucap istrinya.
“Tidak bisa!” tegas Al-Haitami.
“Balikkan saja dua ember dan kita tetap bersama,” ucap istrinya lagi.
“Tidak bisa!” ucap Al-Haitami lagi.
“Baiklah, sisakan satu dinar saja untuk kita manfaatkan hari ini dan kita tetap bersama,” ucap istrinya lagi.
“Tidak bisa!” suara Al-Haitami tak bisa ditawar lagi.
Dengan izin Allah, istri Al-Haitami tersadar. Ia lebih memilih tetap bersama Al-Haitami dan melepas semua keinginan duniawinya.
**
Kadang, mendakwahi keluarga sendiri jauh lebih berat dibandingkan mendakwahi orang lain. Tapi di situlah kuncinya: jika mendakwahi keluarga sendiri saja tidak becus, bagaimana mungkin bisa sukses mendakwahi orang lain.
Butuh keikhlasan, ketegasan, dan kesabaran; agar sambil menyelam bisa tetap minum air, sambil mendakwahi orang lain juga tetap sukses membereskan keluarga sendiri. [Mh]