PRESIDEN dan orang-orang dekatnya ditulis oleh Ustaz Aunur Rafiq Saleh, Lc.
وَا صْبِرْ نَـفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِا لْغَدٰوةِ وَا لْعَشِيِّ يُرِ يْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْ ۚ تُرِ يْدُ زِ يْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَ لَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَا تَّبَعَ هَوٰٮهُ وَكَا نَ اَمْرُهٗ فُرُطًا
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.” (QS. Al-Kahf: 28)
Ayat ini oleh sebagian ahli ilmu dikategorikan ke dalam ayat kepemimpinan. Karena ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam.
Setiap ayat yang ditujukan kepada Nabi saw boleh dijadikan pelajaran atau ibrah secara umum bagi para pemimpin.
Di antara isyarat ayat ini, bahwa seorang pemimpin pasti menghadapi ujian dan cobaan, untuk menguji kepemimpinannya. Terutama kepemimpinan yang punya kewenangan besar dan berimplikasi pada kepentingan materi duniawi.
Di antara ujian dan godaan pemimpin adalah “orang-orang yang mengelilinginya”. Dalam ayat lain, mereka ini disebut “bithanah” (QS. Ali Imran: 118).
Pengaruh bithanah ini sangat besar karena mereka ini sangat akrab atau dekat dengan pemimpin. Merekalah yang memberikan masukan, arahan, pandangan dan informasi kepada seorang pemimpin sebelum mengambil keputusan dan kebijakan.
Orang-orang yang mengelilingi pemimpin ini ada dua kategori:
Bithanah yang memerintahkan kebaikan dan bithanah yang memerintahkan keburukan.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam:
مَا بَعَثَ اللَّهُ مِنْ نَبِيٍّ وَلَا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَةٍ إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالشَّرِّ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ فَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَمَ اللَّهُ تَعَالَى
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi atau mengangkat seorang khalifah melainkan ia mempunyai dua bithanah, bithanah yang memerintahkannya kebaikan dan memotivasinya, dan bithanah yang menyuruhnya berbuat keburukan dan mendorongnya, maka orang yang terjaga adalah yang dijaga Allah ta’ala.” (Bukhari 6659)
Sedemikian dekat dan besar pengaruh bithanah ini sampai Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengungkapkannya dengan kata “memerintahkannya”.
Bithanah yang memerintahkan keburukan akan berusaha keras memengaruhi keputusan dan kebijakan pemimpin agar sesuai kepentingan pribadi dan duniawi mereka. Mereka berusaha memengaruhi pemimpin dengan segala cara.
Bila tidak berhasil memengaruhinya secara langsung maka dilakukan melalui anak, istri dan keluarga dekatnya. Diajak berbisnis bersama atau diberikan pelayanan istimewa dan lainnya sehingga anak, istri dan keluarga dekatnya inilah yang akan menjalankan peran bithanah yang memerintahkan keburukan.
Untuk menguatkan pengaruhnya terhadap seorang pemimpin, bithanah yang tidak baik ini di antaranya melakukannya dengan cara menyingkarkan atau melemahkan bithanah yang memerintahkannya kepada kebaikan.
Karena itu di dalam ayat ini disebutkan:
وَا صْبِرْ نَـفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَا لْعَشِيِّ يُرِ يْدُوْنَ وَجْهَهٗ
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya. ” (al-Kahfi: 28)
Lanjutan ayat ini mengisyaratkan bahwa upaya memengaruhi kebijakan seorang pemimpin dilakukan dengan menggelontornya dengan dunia hingga sang pemimpin terpengaruh dan berpandangan materialis, atau pertimbangan-pertimbangan duniawi sangat mendominasi kebijakannya.
Baca juga: Ketika Presiden Korea Selatan ‘Mengamalkan’ Al-Qur’an
Presiden dan Orang-orang Dekatnya
Karena itu disampaikan peringatan kepada seorang pemimpin:
وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (bithanah yang saleh) karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia” (al-Kahfi: 28)
Kemudian bagian akhir ayat ini memperingatkan seorang pemimpin agar tidak tunduk kepada keinginan bithanah yang buruk tersebut karena mereka itu akan merusak kepemimpinannya di samping akan membuat seorang pemimpin lalai dari mengingat Allah dan memperturutkan hawa nafsu sebagaimana karakter para “inner circle” tersebut mengimbas pada diri sang pemimpin:
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.”
(QS. Al-Kahf 18: Ayat 28)
Ini salah satu ujian dan cobaan berat yang dihadapi seorang pemimpin. Bila seorang pemimpin bisa mengendalikan “inner circle”-nya dengan benar dan baik, dengan memberikan ruang yang lebih besar kepada “para pembisik yang saleh” maka dia akan sukses dalam kepemimpinannya.
Bila “para pembisik buruk” yang dominan maka mereka itu bisa merusak kepemimpinannya.
Di sisi lain, para “inner circle” yang saleh harus berusaha keras membentengi seorang pemimpin agar tidak terbawa larut dengan “para pembisik” yang tidak baik.[ind]