KESEPAKATAN Oslo mengalami kemajuan yang lambat, karena Israel sama sekali tidak mematuhi kesepakatan dalam perjanjian.
Israel masih terus melanjutkan penjajahan atas tanah Palestina dan menolak untuk menarik diri secara militer dari sebagian besar wilayah Tepi Barat, bahkan terus melakukan penyerbuan ke tanah yang secara resmi berada di bawah administrasi penuh Otoritas Palestina.
Setelah kematian Rabin, sejumlah pemimpin Israel yang menentang kesepakatan itu pun mulai berkuasa, di antaranya adalah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu serta Ariel Sharon.
Benar saja, perjanjian yang rapuh ini sama sekali tidak bertahan lama.
Pada 2000–2005, Intifadah Kedua pecah dan membuat banyak korban jiwa berjatuhan, terutama dari pihak Palestina.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Tragedi tersebut menjadi titik balik yang penting sehingga membuat kedua belah pihak menolak untuk menyetujui kelanjutan perjanjian tersebut.
Beberapa dekade berikutnya, segala perundingan yang mengarah pada perjanjian tersebut juga berakhir dengan kegagalan.
Bagaimana Perjanjian Oslo Dipandang Saat Ini?
Banyak warga Palestina percaya bahwa Israel telah menggunakan Perjanjian Oslo untuk membenarkan perluasan permukiman ilegal mereka di Tepi Barat.
Faktanya, ketika Perjanjian Oslo perlahan-lahan runtuh, Israel justru melipatgandakan pembangunan permukimannya.
Antara tahun 1993 dan 2000, populasi Israel di Tepi Barat mencapai laju pertumbuhan tercepat yang pernah ada, menurut Dror Etkes, seorang juru kampanye perdamaian Israel.
Mengapa Perjanjian Oslo Mengalami Kegagalan?
Baca juga: Adara Relief International Gelar Webinar 31 Tahun Perjanjian Oslo
Menurut gerakan sayap kiri Israel Peace Now, Israel pada tahun lalu telah mencetak rekor persetujuan pembangunan permukiman, dengan sedikitnya 12.855 unit rumah telah disetujui sejak Januari hingga September 2023.
Kemudian pada paruh pertama tahun 2024, Komisi Penjajahan dan Perlawanan Tembok yang dikelola negara (the state-run Colonization and Wall Resistance Commission) melaporkan bahwa Israel telah menghancurkan 318 bangunan Palestina di Tepi Barat saja.
Sedangkan menurut data dari OCHA, sejak Januari hingga awal September 2024 Israel telah menghancurkan 1.149 bangunan, membuat lebih dari 2.829 orang terpaksa mengungsi.
Tiga puluh satu tahun telah berlalu sejak ditandatanganinya Perjanjian Oslo, tetapi negara Palestina yang merdeka sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda akan terwujud dalam jangka pendek, atau bahkan menengah, karena negosiasi status akhir antara para pemimpin Palestina dan Israel terus-menerus berujung kegagalan.
Tepi Barat kini telah terfragmentasi, Jalur Gaza yang diblokade telah terisolasi menjadi “penjara terbuka” yang setiap harinya menyaksikan genosida mematikan, dan Israel sama sekali tidak memiliki rencana untuk mengakhiri penjajahannya atas Al-Quds (Yerusalem) timur dan Masjid Al-Aqsa. Saat ini, sebagaimana disimpulkan Al Jazeera, banyak orang, baik Israel maupun Palestina, atau bahkan di luar keduanya, percaya bahwa solusi dua negara sudah tidak ada harapan lagi.[Sdz]
Sumber: adararelief