TAAT atau maksiat merupakan pilihan sadar yang ditentukan oleh manusia.
Ustaz Ahmad Abduh menjelaskan bahwa enyembah Allah adalah sebuah keyakinan syumuliyah (integral) dunia akhirat.
Seorang yang yakin akan kembali kepada penciptanya, maka cita-cita kembali ke akhirat adalah obsesi dan puncak kerinduannya.
Dari dasar keyakinan yang syumul dan sohih inilah, seorang hamba akan memiliki paradigma, hidup di dunia harus identik dengan taat untuk menuju akhirat.
Jika paradigma keyakinan akhirat yang syumul ini tak pernah tertanam dalam jiwa seorang hamba, maka dipastikan aktivitas dia menyembah Allah di dunia hanyalah main-main.
Syahadatnya pura-pura. Shalatnya hanya guyonan. Zakatnya cuma riya. Puasanya hanya ikut-ikutan. Dan hajinya sekedar mengikuti trend zaman.
Bagi orang beriman, kehidupan dunia hanyalah satu episode dari perjalanan hidup yang panjang.
Bukan segalanya, dan akhir dari kehidupan. Namun dia yakin, di balik itu, masih ada episod lanjutan, alam kubur dan akhirat.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Di sana, manusia pasti akan berhadapan dengan Rabbnya.
Dan mereka akan menghadap Tuhan pada hari kiamat satu per satu. (QS. 19:95).
Kesadaran akhirat yang kuat, akan membawa seorang hamba akan selalu menjaga komunikasi dan dzikirnya dengan Allah, melalui ibadah dan doa setiap waktu.
Agar hari perjumpaan itu adalah hari yang sukses dan menyenangkan baginya.
Karena itu pantang baginya, menodai hubungannya yang suci dengan Allah dengan perbuatan maksiat sekecil apapun.
Adapun bagi orang yang tidak beriman, dunia seolah menjadi titik henti terakhir.
Karena itu, seluruh hidupnya dipertaruhkan dan dicurahkan hanya untuk mencari kepuasan atau popularitas diri.
Inilah yang Allah gambarkan dalam Al Qur’an:
Taat atau Maksiat, Silahkan Dipilih
“Orang-orang yang tidak mengharapkan adanya perjumpaan dengan Kami, lalu merasa puas dengan kehidupan dunia, merasa tenteram dengannya, serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. Tempat mereka adalah neraka sesuai dengan apa yang mereka lakukan.” (QS. Yunus:7).
Menurut Wahbah Zuhayli dalam tafsir al-Munir, ayat di atas memberikan gambaran tentang empat karakter calon penghuni neraka.
Pertama, tidak meyakini adanya pertemuan dengan Allah.
Mereka tidak takut kepada hukuman-Nya, peringatan-Nya, ancaman-Nya, serta sama sekali tidak mengharapkan pahala dari-Nya.
Kedua, puas dengan kehidupan dunia. Ini adalah akibat logis dari sikap pertama.
Ketika seseorang tidak percaya akan berjumpa dengan Allah, dia tidak akan menyiapkan apa pun untuk pertemuannya nanti dengan Allah.
Seluruh capaiannya hanya berorientasi kepada dunia yang pendek. Ukuran kelapangan, kesenangan, dan kegembiraan bertumpu hanya pada dunia dan keduniaan semata.
Berbagai upaya untuk mencapainya dilakukan meski dengan menghalalkan segala cara, berbohong, mengorbankan reputasi, menggadaikan harga diri, menyerang kawan sendiri, berkhianat pada sumpah dan janji, bahkan harus mengorbankan agama sekalipun.
Baca juga: Ketahuilah, Maksiat Dapat Mengurangi Umur
Dan teman-teman akrabnya adalah orang-orang yang lalai dari akhirat.
Ini yang umum orang katakan, manusia yang sudah kerasukan setan, gila kekuasaan, dan akhirnya gelap mata. Segala perbuatan maksiat ia tempuh.
Ketiga, merasa tenteram dan nyaman dengan dunia.
Ini dirasakan ketika kesenangan dan kenikmatan dunia entah berupa harta, wanita, kedudukan, dan jabatan berhasil dicapai.
Keempat, lalai terhadap ayat-ayat-Nya. Lalu merasa aman dari siksa dan ancaman Allah di dunia maupun akhirat.
Dengan kata lain, ia sama sekali tidak merasa penting dengan i’tibar dan tidak pernah merenungkannya.
Manakala empat karakter tersebut terdapat dalam diri manusia, ia akan jauh dari jalan kebenaran, dan tidak akan pernah mencapai kebahagiaan.
Hidupnya akan dibuat sempit oleh Allah dan tidak pernah puas oleh jabatan, kekuasaan, seberapapun harta dan kekayaan yang dimilikinya.
“Dan barangsiapa yang lalai dari peringatanKU, maka akan Kami jadikan baginya kehidupan yang sempit, dan Kami jadikan buta pada hari kiamat.” (QS. 20:124).
Sebab, kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki, terletak pada kemampuan manusia menata hidup secara benar dengan menjadikan akhirat sebagai tujuan.
Dan itulah hakikat menyembah Allah. Maka pilihannya cuma satu.
Jika manusia tidak menyembah Allah pasti dia menyembah setan. Kita bebas untuk memilih.[Sdz]