PEMERINTAH menggulirkan program Kota Layak Anak sejak tahun 2005, yaitu sebuah konsep yang berfokus pada pembangunan kota yang mendukung kebutuhan dan hak-hak anak.
Konsep ini menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman, sehat, dan merangsang perkembangan anak-anak.
Dari berbagai sumber, Kota Layak Anak juga disebutkan bagaimana upaya pemerintah dapat menyediakan akses yang mudah dan aman terhadap fasilitas pendidikan, kesehatan, dan rekreasi untuk anak-anak, serta memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada kebijakan kota.
Profesor dalam Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga dari IPB (Institut Pertanian Bogor), Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si. mengatakan bahwa karena anak bagian dari keluarga, harusnya kota ramah keluarga atau kabupaten ramah keluarga.
“Karena dengan begitu, dengan sendirinya melihat keluarga sebagai sebuah sistem, ayah, ibu, suami, istri, dan tentunya anak, anggota keluarga yang paling rentan, yang masih tergantung dan perlu dilindungi,” jelas Euis kepada ChanelMuslim.com, Kamis (25/07/2024) ditemui seusai Seminar Nasional di Kota Bogor.
Namun demikian, Prof. Euis juga tidak mengecilkan program Kota Layak Anak yang sudah berjalan.
“Menurut saya, jauh lebih penting level keluarganya tapi kalau sekarang sudah ada kota layak anak ya enggak apa-apa juga, yang penting diperhatikan mana yang menjadi titik kritis yang menyebabkan program itu belum optimal,” kata Prof. Euis yang juga Ketua Koalisi Nasional Perlindungan Keluarga Indonesia (KNPK Indonesia) itu.
baca juga: Wujudkan Kota Ramah Anak, Nur Azizah Tamhid Buka Rumah Aspirasi
Kota Layak Anak atau Kota Ramah Keluarga
Sebagai dosen, peneliti, dan juga pemangku kebijakan di wilayah ramah keluarga, Prof. Euis mengaku tidak terlibat dalam menggulirkan dan mengevaluasi program Kota Layak Anak dari pemerintah.
“Saya memang tidak terlalu menggeluti, mengevaluasi aspeknya, tapi saya tahu ada program kota layak anak. Harusnya itu sesuai dengan tujuan dan konsepnya. Kan bagus bagaimana kota memperhatikan anak, kebutuhan anak, keamanan dan sebagainya. Jadi kalau itu belum berjalan, paling harus dilihat apa yang menyebabkan itu tidak berjalan,” lanjut pendiri Perkumpulan Penggiat Keluarga (GiGa) itu.
Euis menambahkan, banyak hal yang harus dikaji untuk melihat pencapaian program Kota Layak Anak tersebut.
“Apakah karena indikator-indikatornya yang mungkin dalam pencapaiannya memerlukan energi yang besar dan memerlukan keterlibatan orang banyak yang seringkali menjadi bermasalah atau terbatas sumber daya. Jadi itu yang harus dikaji,” tambahnya.
Di sisi lain, Euis menilai, program Kota Ramah Keluarga jauh lebih penting untuk dikampanyekan, termasuk pekerjaan ramah keluarga yang menjadi topik pembahasan dalam Seminar Nasional hari itu.
“Kalau bicara tentang anak, anak an sich, maka posisi di level keluarga menjadi tidak terlalu di-mention, tapi kalau kita bicara keluarga, ya semua anggota keluarga akan menjadi perhatian,” lanjutnya.
Konsep Pekerjaan Ramah Keluarga (PRK) merupakan hasil perjalanan akademik Prof. Euis Sunarti dalam pengembangan dan kontribusi ilmu keluarga bagi ketahanan keluarga Indonesia.
Hal tersebut didukung oleh landasan teoritis dan yuridis pembangunan keluarga. PRK yaitu pekerjaan atau aktivitas nafkah yang mensejahterakan (khususnya secara finansial) namun sekaligus menjamin ragam fungsi keluarga dilaksanakan secara optimal.
“Pekerjaan ramah keluarga termasuk dalam kebijakan Kota Ramah Keluarga, bagaimana ayah kerja jangan jauh-jauh lah, jam kerjanya juga teratur, jadi dengan sendirinya anak juga jadi sejahtera,” ungkap peneliti yang mengembangkan instrumen penelitian dalam bidang keluarga itu.
Dalam Policy Brief KNPK Indonesia No. 2 tahun 2024 tentang Family-Friendly Work atau Pekerjaan Ramah Keluarga, Prof. Euis menyebutkan bahwa keluarga berketahanan memerlukan sumber daya memadai untuk menjalankan peran, fungsi, dan tugasnya.
“Selain itu, semakin banyaknya keluarga dual-earner dan partisipasi kerja wanita memicu ketidakseimbangan kerja-keluarga yang berdampak negatif pada anak, persoalan ini menjadi pendorong terwujudnya Pekerjaan Ramah Keluarga,” jelas Prof. Euis.
Sementara itu, dalam rangka memaknai Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 dan Hari Anak Nasional tahun 2024, Koalisi Nasional Perlindungan Keluarga (KNPK) Indonesia mengadakan Seminar Nasional “Urgensi dan Tantangan Implementasi Pekerjaan Ramah Keluarga (PRK)”.
Seminar diadakan di Ruang Auditorium Perpustakaan Kota Bogor pada Kamis, 25 Juli 2024 dan menghadirkan narasumber Pakar Ketahanan Keluarga Prof. Euis Sunarti, Direktur Keuangan LKBN ANTARA Dr. Nina Kurnia Dewi, dan Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat, M.P.P.[ind]