SURPLUS AIR, berkah atau musibah? Tulisan ini dibagikan oleh Saiful Latief bin H. Rohmani Musa dalam sebuah pesan singkat.
Banyak cara untuk menebar kebaikan. Sebagaimana motivasi dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Khoirunnaas, anfauhum lin naas”. Sebaik-baik manusia yang bermanfaat buat orang lain.
Bagi saya, yang sudah dalam usia “wanted” malaikat Izrail senangnya tayangan tentang kesehatan.
Di antara postingan yang sering berseliweran di dinding medsos saya adalah siaran dari dokter Zaidul Akbar dan dokter Cahyono.
Kalau dokter Zaidul Akbar banyak merekomendasikan hidup sehat dengan rempah dan obat herbal.
Kalau dokter Cahyono, yang saya ingat adalah: JANGAN BANYAK MINUM DI MALAM HARI. NANTI GINJAL AKAN TERENDAM KETIKA KITA TIDUR.
Kalau mau banyak minum di pagi dan siang hari ketika kita banyak aktivitas, air sangat dibutuhkan tubuh kita.
Demikianlah, air sesuai dengan proporsinya dan di waktu yang tepat akan menjadi kawan kita.
Tapi bila jumlah dan waktunya yang salah akan menjadi musuh, bagaikan air bah tsunami bagi orang-orang yang sedang bersenang-senang liburan di tepi pantai.
baca juga: Masuk IGD Karena Minum Air Kelapa
Surplus Air, Berkah Atau Musibah
Sampai di sini, saya teringat ceramah Sekjen Kementerian Agama ketika pada satu acara pembinaan pegawai di Kementerian LHK di gedung Manggala Wanabakti.
Apa katanya? Sesungguhnya Allah Subhanahu wa taala menerapkan prinsip AL MIZAN dalam penciptaan langit dan bumi.
Demikian pula dalam perjalanan segala kehidupan di alam dunia ini secara alamiah dalam koridor AL MIZAN, keseimbangan.
Sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an surat Arrahman ayat 9:
وَاَقِيْمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيْزَانَ
Artinya: Dan tegakkanlah AL MIZAN keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.
Dalam tataran “praksis” senior kami di kementerian LHK yang puluhan tahun menekuni manajemen DAS (Daerah Aliran Sungai) menekankan pentingnya meningkatkan upaya-upaya kearifan lokal dalam mengelola air ini.
Semua itu ditujukan agar ketika musim hujan kelimpahan air hingga terjadi bencana banjir dan tanah longsor, sementara di musim panas terjadi kekeringan di mana-mana.
Karena sesungguhnya kearifan lokal disamping merupakan wujud pengalaman turun temurun dari generasi ke generasi, tentunya juga mengandung muatan nilai-nilai spiritual yang berasal dari kitab suci.
Oleh karena itu, tidak boleh memaksakan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip alamiah tadi, yakni koridor AL MIZAN, keseimbangan.
Almarhum KH. Ali Yafi’e, mantan ketua PBNU dalam bukunya FIQH AL BI’AH (Fiqih Lingkungan) setidaknya menawarkan 3 pendekatan dalam pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) wabil khusus dalam manajemen DAS (Daerah Aliran Sungai) yang harus dilakukan secara seimbang yaitu AL ISHLAH (Konservasi dan Rehabilitasi), AL INTIFA’ (Pemanfaatan) dan AL I’TIBAR (Research and Development). Semoga. Wallahu ‘alam bisshawab.[ind]