DOA Rabithah adalah doa yang kalimatnya disusun oleh Imamul Jiil, Hasan al Banna Rahimahullah.
Doa ini bukan termasuk doa ma’tsur (Al Quran dan As Sunnah), tapi doa Ghairul Ma’tsur, yaitu doa yang disusun oleh selain Allah dan Rasul-Nya.
Doa Ghairul Ma’tsur adalah diperkenankan, dan sudah ada sejak masa salaf bahwa mereka sering berdoa dengan susunan kalimat sendiri sesuai hajat masing-masing.
Pembid’ahan sebagian kecil kalangan atas doa Rabithah hanya karena tidak ada dalam Al Quran dan As Sunnah adalah tindakan melampaui batas.
Jumhur ulama menegaskan kebolehan doa Ghairul Ma’tsur baik di baca di dalam shalat atau di luar shalat.
Dalam hadits Muttafaq ‘Alaih, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa setelah tasyahud akhir, lalu Beliau bersabda di ujung hadits:
ثُمَّ يَتَخَيَّرُ مِنَ الدُّعَاءِ أَعْجَبَهُ إِلَيْهِ، فَيَدْعُو..
Lalu berdoalah dengan memilih doa apa pun yang disukainya.
Artinya, silahkan berdoa dengan doa yang paling dia sukai atau perlukan sesuai kondisinya. Ini menunjukkan kebolehan berdoa dengan doa-doa Ghairul Ma’tsur.
Oleh karena itu Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid -murid dr Syaikh Utsaimin berkata:
لا حرج في الدعاء بغير المأثور، في الصلاة وخارجها، ما لم يدع بإثم أو قطيعة رحم
Tidak apa-apa berdoa dengan doa yang tidak ma’tsur baik di dalam shalat atau di luar shalat, selama doa tsb tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahim.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
ويُستَحَبُّ الدعاءُ بعد ذلك وله أن يدعو بما شاء من أمر الدنيا والآخرة، وأمور الآخرة أفضل
Disukai baginya untuk berdoa setelah itu, dengan doa apa pun yang dia kehendaki baik urusan dunia dan akhirat, dan urusan akhirat lebih utama.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama, Imam Ibnu Rajab berkata:
وهذا قول جمهور العلماء، خلافاً لأبي حنيفة والثوري في قولهما: لا يدعو في صلاته إلا بما يوافق لفظَ القرآن، فإن خالف بطلت صلاته.وحكى أصحاب سفيان الثوري مذهبه كذلك. والصحيح المنصوص عن أحمد: أنه يجوز الدعاء بما يعود بمصلحة الدين بكل حالٍ، وهو قول جمهور العلماء.
Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Berbeda dengan Abu Hanifah dan Ats Tsauri yang mengatakan berdoa dalam shalat harus sesuai dengan lafaz Al Quran, kalau tidak sesuai maka batal shalatnya. Para sahabat Sufyan Ats Tsauri juga meriwayatkan mazhabnya yang seperti itu.
Yang shahih dari perkataan Imam Ahmad adalah boleh berdoa (ghairul ma’tsur) dengan doa terkait maslahat agama, ini adalah pendapat mayoritas.
Contoh-contoh dalam hal ini sangat banyak, di antaranya:
Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah mengatakan:
وإني لأدعو للشافعي منذ أربعين سنة في صلاتي
“Dalam shalat saya, sejak 40 tahun yang lalu saya berdoa untuk Asy Syafi’i.”
Doa untuk Imam asy Syafi’i, jelas ini buatan Imam Ahmad bin Hambal sendiri, tidak ada redaksi dalam ayat dan hadits tentang doa untuk Imam asy Syafi’i.
Inilah adab murid kepada guru. Imam Ahmad merutinkannya selama 40 tahun doa tersebut di dalam shalatnya. Apakah ini bid’ah? Tentu tidak.
Baca juga: Doa dan Tipologi Manusia (2)
Membaca Doa Rabithah Bukanlah Bid’ah
Imam Ibnu Jarir Rahimahullah mengatakan:
عَنْ مَنْصُورٍ قَالَ: سَأَلْتُ مُجَاهِدًا، فَقُلْتُ: أَرَأَيْتَ دُعَاءَ أَحَدِنَا يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ اسْمِي فِي السُّعَدَاءِ، فَأَثْبِتْهُ فِيهِمْ، وَإِنْ كَانَ فِي الْأَشْقِيَاءِ فَامْحُهُ مِنْهُمْ، وَاجْعَلْهُ بِالسُّعَدَاءِ، فَقَالَ: «حَسَنٌ»
Dari Manshur, “Aku bertanya kepada Mujahid, tentang seorang yang berdoa: “Ya Allah, jika namaku bersama orang berbahagia maka tetapkanlah namaku bersama mereka. Seandainya bersama orang-orang sengsara maka hapuslah namaku dari mereka, dan jadikanlah namaku bersama orang-orang berbahagia.” Beliau menjawab: “BAGUS”.
Doa di atas jelas bukan dari Al Quran dan As Sunnah, tapi susunan dari manusia biasa.
Tapi, doa tersebut dipuji oleh salah satu imam besar, murid Ibnu Abbas, yaitu Imam Mujahid Rahimahullah. Jelas ini bukan bid’ah.
Salah seorang shalih masa salaf, Malik bin Dinar Rahimahullah, Beliau berdoa dengan doa yang unik:
اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ فِي بَطْنِهَا جَارِيَةٌ فَأَبْدِلْهَا غُلَامًا فَإِنَّكَ تَمْحُو مَا تَشَاءُ وَتُثْبِتُ وَعِنْدَكَ أُمُّ الْكِتَابِ
Ya Allah jika di perut wanita hamil itu adalah bayi perempuan maka gantilah menjadi bayi laki-laki, karena Engkau Maha Kuasa menghapus apa yang Kau kehendaki dan menetapkan apa yang Kau kehendaki, karena dalam kuasaMulah Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).
Semua ini dan masih banyak lagi doa-doa ghairul ma’tsur.
Tidak satu pun para imam kaum muslimin membid’ahkannya.
Tentunya doa-doa seperti ini tidak berbeda kedudukannya dengan doa-doa susunan ulama lainnya seperti doa Rabithah, atau doa lainnya.
Namun demikian bolehnya doa-doa Ghairul Ma’tsur terikat oleh syarat:
– Kandungannya tidak bertentangan dengan syariat
– Saat membacanya tidak menganggapnya sebagai Sunah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sumber: Madrasatuna
[Sdz]