ChanelMuslim.com – Aisyah RA. Berkata, “Pernikahan itu perbudakan karena itu hendaklah seseorang memperhatikan di tempat mana ia lepaskan anak perempuannya.”
Ketika membaca judul dari tulisan ini, mungkin banyak yang akan melayangkan protesnya. Seolah tulisan ini akan mencela arti pernikahan. Tapi sebelumnya mari kita renungi dengan baik perkataan ibunda Aisyah RA di atas. Perkataannya itu semestinya menjadi sebuah perenungan besar bagi para muslimah. Sebelum ia menjatuhkan pilihan pada lelaki mana yang akan dia damping sepanjang usianya.
Setiap hari terdengar cerita istri-istri yang terluka hatinya karena ulah suaminya. Suami yang melakukan KDRT, suami yang selingkuh, suami yang pelitlah, dan beragam cerita lainnya. Mungkin ada benarnya jika para orangtua meminta kita untuk melihat bibit, bebet dan bobot seseorang ketika kita akan menikah. Namun yang lebih penting dari itu adalah penjagaan Allah SWT yang terus menerus kita pinta dalam bait-bait doa kita.
Siapa yang tidak ingin memiliki suami tampan, cerdas, kaya dan baik hati. Namun jangan lalu merendahkan standar keimanan laki-laki yang akan kita pilih sebagai suami. Karena tujuan pernikahan tidak terbatas hanya pada tujuan duniawi. Pernikahan itu hingga ke surga, in syaa Allah.
Pernikahan adalah ibadah. Dalam ibadah itu, muslimah memegang peranan penting dalam mendampingi suami. Bagaimana jadinya jika suami yang kita dampingi memiliki perangai yang buruk, hati yang kasar, perkataannya menyakiti dan tidak ada iman di dalam hatinya. Kesengsaraanlah jadinya.
Tetapkanlah iman sebagai standar dalam pilihan pasangan hidup. Suamilah yang akan memimpin keluarga. Ia harus beriman dan berakhlak baik. Dari Abu Hurairah RA. Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perlakuannya kepada istrinya (perempuan).” (HR. Tirmidzi)
Maka muslimah berhati-hatilah dalam memilih suamimu yang akan kau berikan ketaatanmu padanya. Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’nya berkata, “Berhati-hatilah dalam menjaga hak anak perempuan. Sebab melalui pernikahan, dia akan menjadi budak yang tak gampang bisa lepas, sedangkan suaminya bisa bebas mentalaknya kapan saja ia suka.”
(Maya Agustiana)