DALAM kitab sunan-nya Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Thufail bin `Amir bin Watîlah al-Kinâni. Ia mengatakan, “Aku pernah melihat Nabi membagi-bagikan daging di Ji’ranah. Saat itu aku masih seorang anak kecil yang membawa tulang kambing.
Tiba-tiba datanglah seorang wanita yang mendekati Nabi lalu beliau beberkan selendangnya untuk wanita itu dan ia pun segera duduk di atas selendang itu. Aku bertanya: ‘Siapakah ia?” Orang-orang menjawab: ‘Ia adalah ibunda yang menyusui beliau.” (Sunan Abu Dawud)
Halimah as-Sa`diyah adalah wanita mulia yang mendapat kehormatan sebagai ibu susuan Rasulullah. Nama lengkapnya adalah Halimah binti Abdullah bin Hârits bin Syajinah bin Jabir bin Razâm bin Nâshirah bin Qabîshah bin Nashr bin Sa’d bin Bakar bin Hawazin. Halimah as-Sa’diyah menikah dengan al-Hârits bin Abdil ‘Uzza bin Rifa’ah bin Malân bin Nâshirah bin Nashr bin Sa’d bin Bakar bin Hawazin.
Baca juga: Kisah Terbaik Abu Bakar
Kisah Kemuliaan Halimah: Ibunda yang Menyusui Rasulullah SAW (1)
Aminah memandang bayinya dengan penuh cinta. Ia berusaha keras untuk menyuapkan putingnya, tetapi sang bayi menutup mulutnya rapat- rapat. Hal itu membuat Aminah sangat khawatir terhadap anak tercintanya. Ia berpikir bahwa sang bayi tidak mau menyusu karena air susunya sendiri tidak mencukupi bagi sang bayi. Kepergian suaminya, Abdullah, ternyata sangat berpengaruh pada dirinya hingga membuat air susunya lenyap oleh kesedihan yang begitu mendalam.
Malam kedua pun berlalu. Aminah begadang di sisi bayi kecilnya. Ia sama sekali tidak bisa tidur. Sang bayi mendongak ke arah langit, memandangi rembulan seolah sedang berbisik dengannya. Kedua mata bayi kecil itu terbuka dan wajahnya tidak menampakkan kelemahan. Kehidupan tampak bersinar di wajahnya meskipun belum ada sesuap makanan pun singgah di dalam perutnya. Semenjak lahir, bayi ini seakan lebih menyukai makanan ruhani daripada makanan tubuh. la lebih mementingkan kebutuhan jiwa daripada kebutuhan tubuh.
Air mata cinta dan kasih sayang mengalir deras dari kedua mata sang ibu yang sangat menyayangi bayinya. Benarkah sang bayi bertahan hidup selama dua hari tanpa makan, tanpa ada sesuatu pun yang singgah ke dalam perutnya? Untuk kedua kalinya, ia mencoba menyuapkan putingnya kepada sang bayi, tetapi sang bayi tetap menutup mulut rapat-rapat, menolak untuk menyusu.
Baca juga: Kisah Kemuliaan Aminah: Ibunda Penyayang Sang Pembawa Cahaya
Pagi harinya datanglah Tsuwaibah, budak wanita Abu Lahab. Begitu budak ini memberikan putingnya, sang bayi segera meraih dan menyusu dengan lahap. Bersinarlah wajah Aminah karena bahagia. Dadanya menjadi lega hingga kedua matanya pun berlinang karena bahagia. Sebelum itu, Tsuwaibah juga pernah menyusui paman sang bayi, Hamzah bin Abdul Muththalib.?
Pada hari kedelapan setelah kelahiran manusia terbaik, Muhammad ada sepuluh wanita dari Bani Sa’d bin Bakar yang datang ke Mekah untuk mencari bayi-bayi yang butuh disusui. Salah satu kebiasaan penduduk Mekah adalah menyusukan anak-anak mereka kepada para wanita pedalaman (kampung Arab). Hal itu dilakukan demi menjaga kesehatan dan kefasihan (bicara) sang bayi. Karena itu, Rasulullah bersabda, “Aku adalah orang yang paling fasih berbicara bahasa Arab karena aku adalah anak Quraisy dan menyusu kepada Bani Sa`d.”
Termasuk di antara sejumlah wanita yang datang ke Mekah untuk men- cari bayi-bayi yang butuh disusui adalah Halimah as-Sa’diyah. la datang ditemani oleh suaminya, al-Hârits, dan anaknya yang masih kecil, Abdullah bin Hârits. Nah, marilah kita dengarkan penuturan Halimah as-Sa`diyah yang menceritakan kisahnya bagaimana ia bisa menyusui Rasulullah la mengatakan, “Penyusuan itu bermula pada suatu tahun paceklik ketika kami tidak memiliki apa pun.
Aku pun pergi mengendarai seekor keledai berwarna kehijau-hijauan. Kami juga membawa serta seekor unta tua yang- demi Allah-tidak memberikan air susu sedikit pun. Pada malam hari, kami tidak bisa tidur karena tangisan bayi kami yang kelaparan. Air susuku sendiri tidak mencukupi untuknya sementara unta kami tidak mengeluarkan air susu yang bisa mencukupinya.
Kami datang ke Mekah untuk mencari anak-anak yang butuh menyusu. Semua wanita di antara kami telah ditawari untuk menyusui Muhammad kecil, tetapi semuanya menolak karena mengetahui bahwa bayi itu hanyalah seorang yatim. Pasalnya, yang kami harapkan adalah mendapat imbalan dari ayah si bayi atas jasa menyusui bayinya tersebut. Karena itu, kami mengatakan: ‘Yatim? Kalau begitu, apa yang bisa dilakukan oleh ibu dan kakeknya?’ Pada akhirnya, kami pun tidak bisa menerima anak yatim.
Tidak satu pun wanita dari rombonganan itu yang belum membawa anak susuan selain aku. Ketika kami sepakat untuk pergi, aku berkata kepada suamiku: ‘Demi Allah, aku tidak ingin kembali bersama kawan-kawanku tanpa membawa anak susuan. Demi Allah, aku akan mendatangi bayi yatim itu dan akan membawanya pulang.’ Suamiku menjawab: ‘Tidak masalah jika engkau melakukannya. Semoga Allah memberikan berkah kepada kita karena bayi itu’.”
Sumber: Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam – Dr. Bassam Muhammad Hamami
[Vn]