POLEMIK Surat Asy Syu’ara, yaitu yang disebutkan sebagai surat tentang para pemusik. Dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Assalamualaikum Ustaz, mohon pandangan ustaz terkait penjelasan lebih lanjut tentang sya’ir dalam bahasa Arab berbeda dengan sya’ir dalam bahasa Indonesia.
Dalam Bahasa Arab, sya’ir itu termasuk di dalamnya ada unsur musik. Mohon Insight-nya ustaz. Barakallah fiikuma, semoga Allah memberikan keberkahan untuk ustaz.
Lebih dari lima orang menanyakan hal ini, dan nampaknya perlu ada komentar khusus.
Masalah ini memang mesti diperinci dulu.
Jika maksudnya “musik” sebagaimana alat musik secara makna hakiki, maka ini yang keliru seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya.
Yang seperti ini jangan dicari-cari pembenarannya. Mesti diluruskan dan diingatkan dengan baik.
Jika maksud Beliau adalah makna simbolis saja, bukan hakiki alat musik, sebagaimana ungkapan “Hiburan saya adalah Al Quran”, “Senandungnya para mujahid adalah Al Quran” .. ini tidak apa-apa, karena itu hanya bahasa ungkapan saja.
Sebagaimana ungkapan “Al Quran adalah bom nuklir bagi musuh-musuh Islam” ini tentu bukan makna hakiki.
Syaikh Mushthafa Shadiq ar Rafi’i seorang penyair dan sastrawan Mesir dalam kitab Beliau I’jazul Quran wal Balaghah an Nabawiyah mengatakan bahwa Al Quran memiliki aspek musikal.
Menurutnya rangkaian kata dan kalimat Al Quran memunculkan suara-suara yang memiliki keindahan tersendiri.
Artinya dalam tinjauan para pakar Sastra Arab (bukan tinjauan ahli fiqih), istilah Musiqiyah tidak selalu dan tidak terbatas bermakna alat musik saja, tapi juga kata-kata dan kalimat indah sebagaimana nada-nada musik sehingga mereka mengistilahkan Musiqiyatul Quran.
Jika ini yang dimaksud, maka Beliau bicara dalam konteks sastra bukan syariah.
Saya tutup dengan nasihat Abu Qilabah Rahimahullah:
إذا بلغك عن أخيك شيء تكرهه فالتمس له عذرا فإن لم تجد له عذرا فقل لعل له عذرا لا أعلمه
“Apabila sampai kepadamu berita tentang saudaramu tentang perkara yang engkau membencinya, maka carikanlah ‘udzur (alasan) untuknya. Jika engkau tidak mendapatkan ‘udzur untuknya maka katakanlah, “Mungkin ada ‘udzur baginya yang tidak aku ketahui.”
(Imam Ibnu Hibban, Raudhatul ‘Uqalaa wa Nuzhatul Fudhala, Hlm. 184. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah, Beirut. 1977M-1397H)
Baca juga: Biarkan Adik-Adik Santri Tidak Mendengarkan Musik
Polemik Surat Asy Syu’ara Surat Para Pemusik
Imam Al ‘Aini menyebutkan:
و قيل إِحْسَان الظَّن بِاللَّه عز وَجل وبالمسلمين وَاجِب
Berbaik sangka kepada Allah dan kaum muslimin adalah wajib. (‘Umdatul Qaari, 20/133)
Maka, jika ada saudara kita yg dikenal baik, shalih, atau ahli ilmu, namun datang berita tentangnya hal yang negatif baik karena tulisan atau ucapannya.
Maka, tahanlah diri untuk membenarkan keburukan itu sampai benar-benar sah dan terbukti bahwa dia melakukan keburukan tersebut.
Apalagi jika berita datangnya dari orang atau media yang tidak jelas kejujurannya, atau ada motif tertentu tentang berita itu.
Jika terbukti pun, tidak lantas kita menghinanya dan berkomentar tanpa ilmu.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]