CICI begitu senang dengan Lebaran. Bocah balita ini senang karena Lebaran banyak angpao. Dan ia akan dapat uang banyak.
Saat Lebaran itu biasanya anak-anak akan antre bersalaman dengan orang-orang dewasa. Ada paman, bibi, kakak, kakek, nenek, dan tentu saja ayah dan ibu.
Cici tak fokus dengan siapa ia akan bersalaman. Perhatiannya lebih kepada tebal tipisnya angpao yang akan ia dapat.
Ia akan sangat senang jika angpaonya tebal. Dan agak kecewa jika tipis. “Asyik dapat yang tebal! Pasti uangnya banyak,” ungkapnya begitu senang.
Bagi Cici, banyaknya lembaran uang pertanda dapat duit banyak. Dan sedikitnya lembaran uang berarti dapat sedikit.
Tidak heran jika orang-orang dewasa yang kenal Cici memilihkan lembaran uang yang banyak daripada yang sedikit. Tak peduli tentang warna uang, yang penting banyak.
Suatu kali, ada tetangga baru yang memberikan Cici angpao sangat tipis. Cici menahan rasa kecewanya. Perlahan ia buka. Ternyata, ia hanya dapat satu lembar uang warna merah.
Mendapati hanya satu lembar uang, rasa kecewanya memuncak. Gadis cilik itu pun menangis histeris. “Om pelit! Om pelit! Ngasihnya cuma satu,” ungkap Cici mengiringi tangisnya.
Meski Cici menangis, tapi orang-orang di sekitarnya tersenyum. Ibu Cici memeluk putri lucunya itu.
“Cici, uang ini memang satu. Tapi, uang ini bisa dapat es krim banyak,” rayu Ibu sambil membelai rambut Cici.
Tiba-tiba tangis Cici terdiam. Ia tampak bingung. Hatinya menggerutu, “Masak sih uang sedikit bisa dapat es krim banyak?”
**
Kadang di hadapan Allah subhanahu wata’ala kita tak ubahnya seperti Cici yang hanya fokus pada banyaknya rezeki. Bukan nilainya.
Padahal, nilai hidayah, nilai keimanan, nilai ilmu agama, nilai saudara seiman, dan nilai ibadah; jauh lebih bernilai dari apa pun yang ada di dunia ini.
Setan berbisik, “Semua itu tak bisa buat beli beras!”
Padahal, apalah arti sekarung beras dengan nilai surga yang bisa diraih melalui hidayah, keimanan, ilmu agama, teman seiman, dan ibadah.
Orang tak akan menyalahkan kita, sebagaimana tak ada yang menyalahkan Cici. Karena iman kita mungkin memang masih balita seperti usia Cici.
Seperti Cici pula, kadang kita pun protes sama Allah, “Allah pelit! Ngasihnya nggak banyak!” [Mh]