SHALAT tidak sekadar ritual. Dalam surat Thaha ayat 14, Allah menegaskan ketauhidan Allah dan tujuan didirikannya ibadah shalat, yaitu untuk mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ ١٤
Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku.
Dalam Al-Qur’an terdapat sekitar 164 kata shalat dan derivasinya.
Dari jumlah itu, tidak ada kata-kata perintah shalat dengan memakai kata (if alu dan derivasinya) yang artinya “kerjakanlah”.
Tetapi semuanya memakai kata (aqama-aqimu dan derivasinya) yang artinya “dirikanlah”.
Dengan penggunaan kata mendirikan (aqama-aqimu dan derivasinya) selain mengandung unsur lahir, juga mengandung unsur batiniah.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hal ini berbeda jika menggunakan kata if alu atau kerjakanlah, yang hanya mengandung makna lahir, tanpa ada unsur batin.
Penggunaan kata aqama-aqimu dalam perintah shalat, dimaksudkan agar shalat yang dikerjakan tidak hanya sekadar gerakah fisik, namun juga penuh kekhusyukan dan kehadiran hati.
Karena nilai-nilai semacam itulah yang akan memberi pengaruh positif dalam kehidupan seseorang.
Baca juga: Kultum Ramadan Hari Kedua Puluh Lima, Syarat Diterimanya Sebuah Amal
Kultum Ramadan Hari Kedua Puluh Enam, Shalat Tidak Sekadar Ritual
Ketika shalat dikerjakan asal-asalan, tanpa memerhatikan syarat sah dan rukun shalat, atau dikerjakan namun hatinya lalai, maka shalatnya akan sia-sia.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Shalat itu tidak lain adalah menunjukkan kemiskinan, kerendahan hati, ketundukan hati, keluhan jiwa, dan penyesalan mendalam, seraya meletakkan kedua tangan dan membisikkan,
“Ya Allah, Ya Allah,” maka barang siapa tidak melakukannya, shalatnya tidak sempurna. (HR. An-Nasai, Tirmidzi, dan Ahmad).
Sering orang bertanya, kenapa banyak orang Islam yang rajin melakukan shalat namun tetap juga korupsi, rajin ke dukun, memperjualbelikan hukum, zina, bahkan sampai berbuat zalim kepada rakyat?
Padahal Allah berkalam dalam Al-Ankabut ayat 45:
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar.
Perlu diketahui bahwa ritual ibadah termasuk shalat, tidaklah dimaksudkan hanya untuk diri dan Allah semata.
Tetapi dimaksudkan sebuah ibadah yang mampu membawa kepada perubahan diri dan sosial.
Karena Allah tidak membutuhkan apa pun dari diri kita.
Allah Maha Kaya, dan seluruh makhluk itu fakir dan butuh kepada-Nya (Fathir:15).
Kita jangan sampai salah pengertian bahwa ketika kita melaksanakan ibadah, itu berarti Allah butuh kita. Tentu tidak.
Oleh karena itu, ketika orang menjalankan shalat tetapi tetap rajin melakukan berbagai kemaksiatan, maka bisa dipastikan shalatnya gagal dan sia-sia.
Lalai dari apa yang menjadi tujuan pelaksanaan shalat. Tidak menyadari kalau shalatnya sia-sia, tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pemenuhan syarat dan rukun shalat, ternyata tidak cukup menjadikan shalat kita bermakna di sisi Allah.
Shalat yang memberikan makna di sisi Allah adalah shalat yang dilakukan penuh kekhusyukan, ketundukan, dan penghayatan.
Tidak hanya sekadar gerakan fisik yang hanya membuat capek saja.
Kekhusyukan dan kehadiran hati dalam shalat akan memberikan efek positif dalam perilaku dan kepribadian seseorang.
Sumber: Kumpulan Kultum Terlengkap Sepanjang Tahun – Dr. Hasan El Qudsy
[Sdz]