ChanelMuslim.com – Rumah Perempuan dan Anak (RPA) bersama Hijab Style Community menggelar kegiatan Talkshow Stop Perkawinan Anak (17/03). Sebagai pembicara menghadirkan Jaleswari Pramodhawardani (KSP, Deputi V), Ai Rahmayanti, S.Sos.I, M.Ag (RPA), Hapsarini Nelma,S.Psi.M.Psi (P2TP2A DKI Jakarta).
Acara ini diselenggarakan di Bangi Kopitiam, Kompleks Kota Tua, Pinangsia, Panangsari, Jakarta Barat. Pada acara tersebut juga dideklarasikan Deklarasi Kota Tua, 17 Maret 2018 tentang komitmen bersama melawan perkawinan anak. Acara ini juga terselenggara akibat masih maraknya fenomena perkawinan anak di Indonesia.
Anak merupakan titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita cintai. Anak merupakan generasi emas yang harus dijaga dan dirawat. Definisi anak berdasarkan hukum yaitu seseorang yang belum berusia 18 tahun UU No.35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Sebelum usia 18 tahun, anak merupakan tanggung jawab orang tua.
“Pemberian kasih sayang antara satu orang tua dengan yang lainnya memang berbeda. Ada orang tua yang sangat fokus pada pendidikan anaknya baik pendidikan agama maupun konventional, ada orang tua yang mengutamakan kesehatan dan pendidikan soft skill,” jelas Jaleswari.
Namun sejauh ini, masih banyak orang tua salah mengartikan masa depan seorang anak terutama anak perempuan. Menikahkan anak di usia dini adalah bentuk pemberian kasih sayang kepada anak agar memiliki masa depan yang jelas. Padahal sang anak belum cukup umur untuk menjalankan fase yang lebih serius yaitu berumah tangga.
[gambar1]
Fenomena perkawinan anak di sejumlah daerah hingga tahun 2018 masih cukup tinggi. Bisa dilihat pada tahun 2017 perkawinan anak di Sulawesi Barat bernama Arlin Prama (17 tahun) dan Andini (15 tahun). Tahun 2016 perkawinan anak di Sulawesi Selatan pengantin laki-laki baru berusia 13 tahun dan perempuan 14 tahun, dan kasus fenomenal perkawinan anak usia dini yaitu seorang laki-laki 50 tahun yaitu Syech PUji menikahi anak 12 tahun.
Data Susenas menyebutkan pada tahun 2008-2017 angka perkawinan anak terus mengalami kenaikan dan penurunan, tahun 2017 sebesar 25,7 persen dan provinsi yang memiliki angka perkawinan anak paling besar adala Sulawesi Barat sebesar 34 persen.
Masih tingginya angka perkawinan anak tersebut menjadikan Negara Indonesia Darurat Perkawinan Anak sehingga perlu upaya yang singinifak, komprehensif untuk menekan angka tersebut sehingga tidak menjadi fenomena gunung es. (Wnd/RPA)