PAKSAAN memang tidak menyenangkan. Tapi untuk kebaikan, paksaan menjadi pilihan tepat.
Tak seorang pun yang ingin dipaksa. Paksaan serasa seperti melaksanakan tugas setengah hati. Tapi jika tidak dipaksa, apakah tugas akan dikerjakan dengan kerelaan?
Nah ternyata, tanpa sadar, kita bisa dibilang sebagai produk paksaan. Sejak kecil, segala yang baik harus dipaksakan. Mulai dari mandi, sarapan, belajar, tidur, minum obat, apalagi ibadah.
Siapa yang terkenal biasa memaksa kita? Siapa lagi kalau bukan orang tua, kakak, dan orang yang kita tuakan.
Kenapa mereka memaksa dan tega memaksa orang yang dicintai? Jawabannya, justru karena mereka teramat sayang, sehingga mereka memaksa. Mereka rela melepas kesan ‘sayang’ dari anak, adik, murid, dan lainnya; demi rahasia kebaikan yang tersimpan di baliknya.
Bahkan tidak jarang, mereka yang memaksa pun rela menerima kesan ‘jahat’. Seperti, orang tua kolot, kakak pelit, guru ‘killer’, dan lainnya.
Dalam sisi yang berbeda, begitu pun yang dilakukan Allah subhanahu wata’ala terhadap hamba-hamba-Nya yang disayang. Kadang, Allah subhanahu wata’ala memaksa orang yang beriman demi kebaikan yang tersimpan.
Contohnya, Allah memaksa orang beriman untuk berpuasa di bulan Ramadan. Ayatnya menyebut kata ‘kutiba’ yang artinya telah diwajibkan. Terima atau tidak, suka atau tidak, orang yang beriman wajib berpuasa.
Dengan redaksi yang hampir sama, Allah juga menyebut kata ‘kutiba’ dalam perintah kewajiban berperang di jalan Allah. Padahal, berperang itu artinya membunuh dan sebutan kekerasan lainnya.
Namun, Allah juga menjelaskan bahwa ada rahasia di balik paksaan itu. Yaitu, seribu satu kebaikan: “Boleh jadi, sesuatu yang kalian benci adalah baik, dan sesuatu yang kalian sukai adalah buruk.”
Ayat ini ditutup dengan kalimat: Allah mengetahui sementara kalian tidak mengetahui.
Begitu pun dengan perintah berpuasa. Siapa yang bisa rela kesenangan makan dan minumnya di siang hari dilarang? Dan bukan satu hari atau sepekan saja. Tapi, untuk satu bulan.
Seperti halnya perintah berperang, Allah subhanahu wata’ala memberikan isyarat: dan berpuasa itu lebih baik jika kalian mengetahui.
Isyarat itulah yang kadang belum dipahami kebanyakan kita. Persis seperti saat kita kecil yang tidak mau minum obat karena rasanya pahit. Persis seperti tidak mau mandi pagi karena super dingin. Persis seperti malas belajar karena bikin pusing.
Di balik paksaan itu terdapat seribu satu kebaikan. Laksanakan apa yang sudah dipaksakan itu dengan penuh kerelaan atau terpaksa. Suatu saat, kita akan memahami rahasia di balik hal yang dipaksakan itu.
Seperti halnya orang-orang yang biasa memaksa kita seperti ayah ibu, kakak, guru, bos, dan lainnya; Allah subhanahu wata’ala memaksa kita karena cinta dan sayang-Nya. Bukan karena yang lain. [Mh]