RAFAH menjadi kota terakhir berlindungnya warga Gaza dari serangan Israel. Bisa dibilang, Rafah menjadi tumpahan seluruh pengungsi warga Gaza.
Suhu udara hari ini di Rafah berkisar antara 10 hingga 14 derajat Celsius. Bahkan jika malam tiba, suhunya bisa lebih dingin lagi.
Untuk membayangkan betapa dinginnya, suhu terdingin di Indonesia berkisar 16 derajat. Dan itu hanya ada di wilayah puncak gunung.
Luas dan Penduduk Rafah
Luas Kota Rafah sebenarnya 151 kilometer persegi. Atau lebih tiga kali lipat dari Kota Gaza yang luasnya 45 kilometer persegi.
Namun sayangnya, luas itu tidak lagi utuh. Tapi sudah terbelah. Seluas 60 kilometer persegi masuk wilayah Palestina yang kini diklaim milik Israel, dan 91 kilometer sisanya masuk wilayah Mesir.
Kedua wilayah itu dipisahkan dengan tembok dan kawat berduri yang memanjang berkilo-kilo meter.
Kisah dibelahnya Kota Rafah terjadi pada tahun 1979. Yaitu, ketika Mesir dan negara-negara Arab kalah perang dengan Inggris, Amerika, dan Israel di tahun 1967.
Setelah disusul dengan perjanjian damai Mesir dan Israel, disepakati Rafah dibelah menjadi dua bagian. Pembelahan ini pun berakibat terpisahnya banyak keluarga di Kota Rafah: satu masuk wilayah Mesir dan satunya lagi sebagai wilayah Israel.
TIdak heran jika Hamas memfasilitasi terpencarnya para keluarga itu dengan cara membuat terowongan yang menghubungkan Rafah di wilayah Gaza dan Rafah di wilayah Mesir. Akses terowongan itu pula yang dimanfaatkan untuk suplai kebutuhan pokok dan obat-obatan.
Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza
Jumlah penduduk Kota Rafah sebenarnya tidak banyak. Hanya berkisar 300 ribuan. Dan biasanya akan berlipat jumlahnya ketika Gaza diserbu Israel seperti saat ini.
Saat ini, jumlah warga yang menempati Kota Rafah jumlahnya sebesar hampir dua juta jiwa. Karena, hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi ke wilayah yang berada di selatan Gaza ini.
Saat ini pemandangan tidak biasa marak di Kota Rafah. Seluruh masjid, sekolah, rumah sakit penuh dengan warga yang mengungsi. Belum lagi dengan tenda-tenda yang didirikan di hampir seluruh tanah kosong yang tak berpenghuni.
Di kota yang berbatasan dengan Mesir ini pula segala bantuan internasional masuk. Mulai dari sembako, obat-obatan, pakaian, air, dan sebagainya.
Israel akan Menyerbu Rafah
Israel memang bangsa yang sangat biadab. Dengan dalih mengejar sandera yang disembunyikan Hamas, mereka menyatakan akan menyerbu Kota Rafah.
Ancaman ini bukan sekadar gertak sambal. Serangan udara sudah mereka lancarkan dua hari lalu. Lebih dari seratus warga tewas karena bombardir itu.
Sebagian negara-negara yang masih punya nurani menjerit. Mereka marah dengan biadabnya bangsa kera itu. Karena kalau Rafah juga diserang, kemana lagi warga Gaza akan mencari tempat perlindungan.
Salah satu negara non muslim yang masih punya nurani adalah Brazil. Sebegitu marahnya Presiden Brazil, negeri bola itu menarik seluruh duta besarnya dari Israel.
Jika warga Gaza dan Rafah mengungsi ke wilayah Mesir, maka tamatlah eksistensi Gaza dan Rafah. Karena setelah itu, Israel akan melakukan pembersihan sehingga tak ada lagi warga Palestina di wilayah itu.
Bagaimana reaksi PBB? Belum lagi serangan Israel nyata di wilayah darat, PBB sudah langsung memutus bantuan apa pun ke wilayah Rafah. Alasannya karena masalah keamanan.
Bahkan, permintaan Dewan Keamanan PBB agar Israel melakukan gencatan senjata, langsung diveto oleh Amerika.
Israel memberi waktu selama bulan Sya’ban ini. Jika sandera tak dibebaskan, maka Bulan Ramadan ini akan menjadi gempuran darat besar-besaran di wilayah Rafah. Sebuah kengerian tentang genosida yang memang sudah direncanakan Israel sejak lama.
Suasana dingin begitu terasa di wilayah Kota Rafah. Warga Palestina yang mengungsi di sana pun begitu gelisah. Tak ada lagi bantuan dari internasional. Tak ada lagi rasa aman yang mereka rasakan.
Seorang pengungsi yang sedang mengais makanan di tepian jalan di Rafah, dengan lirih berujar, “Kalau di sini kami juga diserang, kemana lagi kami akan mencari tempat perlindungan?” [Mh]