JANGAN curangi hukum. Meskipun dengan embel-embel demi ‘kebaikan’ yang lebih besar.
Ada peristiwa menarik pasca penaklukan Mekah oleh Rasulullah dan umat Islam. Ada seorang wanita bangsawan di Mekah yang terbukti mencuri.
Tokoh-tokoh di Mekah yang sudah muslim itu bingung harus bersikap. Pasalnya, jika ada seorang bangsawan, terlebih lagi wanita, yang dihukum karena melakukan keburukan, maka akan menjadi aib seluruh bangsawan yang ada.
Akhirnya, demi ‘kebaikan’ yang lebih besar, mereka bersepakat untuk melobi Rasulullah minta keringanan. Mereka pun meminta bantuan pemuda yang sangat dekat Rasulullah. Namanya, Usamah bin Zaid.
Bisa dibilang, hubungan emosional Rasulullah dengan Usamah memang sangat dekat. Ayahnya Usamah, Zaid bin Haritsah pernah menjadi anak angkat Rasulullah. Dan sangat disayang Rasulullah.
Bisa dibilang, Rasulullah tak pernah menampakkan wajah lain kepada Usamah, selain senyum dan ungkapan sayang.
Usamah pun datang menemui Rasulullah atas permintaan para bangsawan Mekah. Sang pelaku, wanita bangsawan, pun ikut serta menemui Rasulullah.
Bagaimana reaksi Rasulullah? Di luar dugaan Usamah, wajah Rasulullah tegang dan memerah.
“Apa kamu datang untuk meminta keringan hukuman yang telah ditetapkan Allah?” ucap Rasulullah.
Mendapati reaksi itu, Usamah langsung menyesal. “Maafkan aku ya Rasulullah. Mintakan ampunan untukku atas dosa yang aku lakukan,” ungkapnya.
Tak lama setelah kunjungan Usama itu, Rasulullah berpidato di depan umat Islam. “Sungguh, orang-orang sebelum kalian hancur lantaran jika ada bangsawan mencuri dibiarkan, sementara jika ada rakyat mencuri dihukum.
“Demi Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya.” (HR. Muslim)
Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan, wanita bangsawan itu akhirnya menjalani hukuman. Ia bertaubat dengan sungguh-sungguh kepada Allah atas kesalahannya.
Beberapa waktu setelah menjalani hukuman, Allah menganugerahkannya jodoh. Dan ia pun hidup bahagia.
**
Sebuah pameo masyhur mengatakan: hukum tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Ketika yang melanggar rakyat biasa, mendapat hukuman. Tapi jika yang melakukan ‘orang besar’ dibiarkan.
Ketika yang mencurangi hukum rakyat biasa, maka akan dapat hukuman. Tapi ketika yang bermain curang ‘pembesar’, maka dibiarkan dan dimaklumi.
Jika fenomena ini sudah terjadi di masyarakat kita, maka seperti kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, itulah saatnya kehancuran.
Karena kecurangan dan pelanggaran hukum akan ‘diteladani’ oleh rakyat secara keseluruhan. [Mh]