SEBAGAI manusia biasa, jika hidupnya tidak diliputi dengan rasa syukur, maka perjalanan akan terasa berat. Inilah yang bisa kita soroti dari kisah Abas Baswan yang dahulu seorang pemusik, kini harus berjuang melawan penyakitnya yang sudah genap 4 tahun. Menjaga rasa syukur dan semangat yang tinggi adalah cara Abas mengahadapi hari-harinya.
Baca juga: LAZ Al Azhar dan Kader Lokal Gelar Kegiatan Posbindu di Haurngombong
Sebelum divonis mengidap penyakit stroke, Abas Baswan adalah seorang pekerja yang fokus membuat iklan pesanan kliennya, sehingga penghasilannya tidak menentu. Ketika ia sakit, keadaan keluarga semakin memprihatinkan.
Andri Astuti, sebagai istri harus menggantikannya menjadi tulang punggung dengan pekerjaan yang tidak seberapa. Menghasilkan uang dengan cara berjualan Wingko Babat, menjadi ojek untuk tetangga, dan penghasilan dari anak pertama yang bekerja di Surabaya Rp800.000 setiap bulan.
Ayah dengan dua orang anak ini tinggal di Pengasinan, Sawangan, Depok. Selama empat tahun, Abas harus menjalani hari-harinya dengan kursi roda atau berdiam diri di rumah, karena penyakitnya membuat ia tidak mampu berjalan dan berbicara. Sakit strokenya berawal dari suara yang serak, kemudian keluarga berinisiatif untuk membawanya ke RSUD.
Ketika di RSUD ia masih bisa berjalan dan masih bisa berbicara, tetapi setelah pulang dari sana, ia merasa tidak bisa apa-apa. Hal ini juga yang menciptakan trauma Abas sehingga tidak mau lagi dibawa ke rumah sakit. Ia merasa keadaannya semakin memburuk ketika keluar dari rumah sakit.
Adri Astuti mengatakan bahwa suaminya itu tidak mau dibawa lagi ke rumah sakit. Bahkan tidak mau meminum obat-obatan dari rumah sakit. Sekarang, ikhtiarnya untuk pulih hanyalah dengan obat-obatan herbal dan terapi. Itu pun tergantung pada kondisi keuangan keluarga.
“Dia trauma, gak mau lagi ke rumah sakit. Gak mau minum obat dan gak mau dirawat lagi, hanya ingin pulang. Selama 4 tahun ini, dia gak mau minum obat dokter sama sekali. Jadi kalau ada sedikit rezeki, saya lebih baik ngasih obat-obatan herbal, seperti propolis, madu, dan obat herbal lainnya. Proses penyembuhannya Cuma pakai obat herbal, itu pun enggak secara terus-menerus karena kekurangan biaya. Selain obat herbal, Bapak juga terapi tetapi enggak rutin tergantung kondisi keuangan,” ujarnya.
Bukan hanya keluarga yang memiliki semangat tinggi dan mendukung kesembuhannya, masyarakat dan para tetangga juga memberikan dukungan penuh terhadap Abas, baik dari segi materi, tenaga, obat-obatan, dan lain-lain. Abas adalah orang yang sebatang kara.
Ia hanya memiliki saudara dari keluarga istrinya. Dengan kondisinya yang sekarang, ia memiliki keinginan untuk pulang kampung dan rumah yang mereka tempati saat ini akan dijual.
Sebagai bentuk kepedulian dan dukungan atas semangat juang Abas Baswan, LAZ Al Azhar menyalurkan dana bantuan dan paket sembako. Dana tersebut akan dimanfaatkan untuk biaya transportasi ke kampung halaman yang ada di Bojonegoro.
Adri Astri, selaku sang istri mengucapkan rasa haru dan banyak terima kasih kepada LAZ Al Azhar karena sudah memberikan dana bantuan dan sembako guna menunjang keberangkatannya ke kampung halaman.
“Terima kasih untuk LAZ Al Azhar untuk bantuannya. Insyaallah ini sangat bermanfaat untuk kami sekeluarga. Semoga LAZ Al Azhar semakin sukses dan maju,” ungkapnya.
Sebagai pengganti tulang punggung keluarga, Adri Astri juga memikirkan untuk kehidupan setelah ia dan keluarga pindah ke kampung halaman. Rencana-rencana yang sudah ia susun untuk bisa melanjutkan hidup di sana adalah membantu usaha saudara yang memiliki usaha ayam geprek. Sang istri berharap bisa mendapatkan bantuan modal usaha agar bisa membangun usahanya ketika sudah di kampung halaman.
Setelah berjuang keras akan kesembuhan Abas Baswan, kini mereka akan melanjutkan hidupnya di kampung halaman. Adri Astri memiliki harapan besar semoga sang suami bisa segera pulih karena Abas merupakan orang yang sangat bersemangat dan tidak pernah menyerah dengan penyakitnya. Ia juga memiliki harapan besar agar kedua anak laki-lakinya bisa melanjutkan pendidikan dan mewujudkan cita-cita yang belum tercapai.
Sebagai ibu rumah tangga dan juga tulang punggung keluarga, Adri Astri merasa belum bisa membahagiakan anak-anaknya, karena kondisi yang sekarang membuat anak pertamanya terpaksa merelakan mimpinya untuk melanjutkan sekolah dan harus bekerja.
Namun demikian, di luar itu semua, Adri Astri sangat bersyukur karena meski dalam keadaan sakit dan kekurangan, Allah selalu mempermudah semuanya. [Wnd]