SEEKOR anak kancil tampak begitu gembira. Ia melompat-lompat kegirangan. Hal itu selalu ia lakukan di saat malam datang.
“Kenapa kamu begitu gembira, Nak?” suara Ibu kancil memastikan keadaan anaknya.
“Malam datang, Bu. Malam datang!” ungkap sang kancil masih kegirangan.
Sang ibu kancil duduk di sebelah anaknya. “Memangnya ada apa dengan malam sehingga kamu jadi begitu gembira?” lanjutnya.
“Bu, kalau malam datang, itu artinya ada harapan baik di hari esok,” ungkap si anak kancil.
“Memangnya kamu sudah melakuan apa di siang tadi sehingga berharap baik di hari esok?” tanya ibu kancil penasaran.
Kancil kebingungan untuk menjawab ibunya. Pasalnya, ia hanya melakukan hal yang biasa saja. Tidak ada yang istimewa.
“Hal biasa Bu. Makan, minum, bermain, dan tidur,” jawabnya.
“Nak, malam itu waktu menunggu hasil dari apa yang kita tanam di siang tadi. Kalau kita tdak menanam apa-apa, malam hanya pertanda kita akan rugi di esok hari,” ungkap ibu kancil.
“Rugi?” ucap si kancil bingung.
“Nak, semua kita punya jatah waktu hidup. Pergantian malam sama dengan pengurangan jatah itu. Kecualii jika ada yang kita tanam,” jawab ibu kancil.
Sontak, jawaban itu membuat kanciil kecil itu terdiam. Jatah waktu hidup? Ah, suatu hal yang tak pernah ia pikirkan.
“Bu, apa kita tak boleh berharap dengan hari esok?” ucap si kancil berharap ada pembenaran dari ibunya.
“Boleh saja. Tapi setelah kita bekerja keras di hari ini. Tanpa itu, harapan hanya khayalan,” pungkas ibu kancil.
**
Malam merupakan tanda pergantian waktu. Itu skala yang kecil. Ada skala yang besar, yaitu tahun.
Sayangnya, tidak sedikit dari kita yang bertingkah seperti si kancil kecil: hanya bersuka ria di malam pergantian waktu.
Padahal, ada pengurangan jatah waktu hidup. Dan, harapan tanpa kerja keras, hanya sebuah khayalan.
Bersyukurlah untuk mereka yang bekerja keras di hari ini, karena malam akan menjadi penantian untuk panen esok harii. [Mh]
.