WAJIB halal farmasi tahun 2026 menjadi salah satu target pemerintah dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai pusat halal dunia.
Kewajiban produk farmasi terdiri atas beberapa tahapan. Penahapan kewajiban sertifikasi halal untuk industri farmasi diawali oleh industri obat-obatan tradisional (jamu) dan suplemen (termasuk juga produk rekayasa genetika) di tahun 2026.
Hal ini dilanjutkan wajib halal untuk obat bebas yang jatuh tempo di tahun 2029. Terakhir, tahun 2034 menandai babak terakhir kewajiban sertifikasi halal farmasi, yakni untuk kelompok produk obat keras (kecuali psikotropika).
Ruang lingkup kewajiban sertifikasi halal termasuk jasa yang terkait obat, seperti jasa maklon/toll manufacturing, logistik, dan retailer (penjualan).
Direktur Kemitraan dan Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Dr. Ir. Muslich, M.Si., memaparkan hal tersebut dalam pembukaan seminar nasional bertajuk “Peran Apoteker dalam Mempersiapkan Wajib Halal Industri Farmasi 2026”.
Kegiatan ini diselenggarakan di Kampus UHAMKA atas kerja sama Pengurus Cabang (PC) Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jakarta Timur, Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) LPPOM MUI.
“Meski kesannya lama, tapi ini perlu persiapan ke implementasi industri. Semakin cepat dilakukan, semakin matang persiapan yang dilakukan,” ungkap Dr. apt. Supandi, M. Si. selaku ketua PC IAI Jakarta Timur yang juga memberi sambutan dalam acara tersebut.
baca juga: Check First Halal Is A Must
Wajib Halal Farmasi 2026, Para Apoteker Bersiap
Ketua PC IAI DKI Jakarta, apt. Drs. Muhamad Yamin, M.Farm. juga mengemukakan pentingnya peran apoteker untuk mengembangkan ilmu serta mendampingi dan mengawal produk halal di Indonesia.
Hal ini ditegaskan kembali oleh Dr. apt. Hadi Sunaryo, M.Si. selaku dekan Fakultas Farmasi dan Sains UHAMKA, mengenai krusialnya persiapan wajib halal melalui keterlibatan apoteker yang kompeten.
“Apoteker harus mampu berkiprah dalam pemastian produk halal dan obat dalam era jaminan produk halal ini,” ungkap Hadi dikutip dari halalmui.org.
Untuk mempersiapkan apoteker-apoteker yang berkompeten tersebut, UHAMKA telah membuka S-2 Farmasi UHAMKA dengan kekhususan Halal Farmasi yang saat ini telah berjalan dua angkatan.
“Semua harus mempersiapkan diri dalam pelaksanaan kewajiban halal farmasi tahun 2026. Kelihatannya masih jauh, tapi harus dipersiapkan,” tegas Hadi.
Pernyataan ini sekaligus merupakan motivasi bagi para peserta seminar yang terdiri dari apoteker dan calon apoteker.
apt. Ivan Santosa, M. Farm dari PT. Kimia Farma menjelaskan, apoteker di industri farmasi pasti akan ditunjuk sebagai penyelia halal.
Penyelia halal ini merupakan orang yang ditunjuk dan bertanggung jawab di perusahaan dalam proses kefarmasian; dari awal produksi sampai distribusi untuk menjamin status kehalalan.
“Di tahun 2000-an masih sangat sulit untuk mencari bahan eksipien yang halal. Ada satu kasus, karena dari diagram alir pembuatannya, dapat diyakini bahannya dari ekstrak babi. Apakah kondisi ini sampai kini masih harus terjadi?” jelas Ivan.
Pihaknya juga memaparkan beberapa kasus ketidakhalalan yang sebenarnya dapat dicegah dengan penyelia halal yang kompeten.
Auditor halal LPPOM MUI sekaligus dosen farmasi UHAMKA, Dr. Priyo Wahyudi, M.Si menambahkan pengujian laboratorium terhadap produk farmasi merupakan verifikasi ilmiah tentang bahan yang digunakan apakah suci atau ada kemungkinan terkontaminasi.
“Hasil uji lab hanya dokumen pendukung untuk ke komisi fatwa, bukan satu-satunya faktor penentu kehalalan produk,” terangnya.
Untuk mengisi kekosongan aturan terkait pengujian laboratorium dalam proses sertifikasi halal, acuan yang dipakai adalah Surat Keputusan MUI No. 80 Tahun 2022 yang menerangkan bahan/produk apa saja yang harus diuji laboratorium.
Priyo menyebutkan bahwa uji lab bisa memberikan jaminan mutu, meningkatkan brand value, serta memegang kepercayaan pelanggan dan titik pemalsuan atau label yang tidak semestinya yang bisa dihindari (pemantauan survailance).
LPPOM MUI turut mendorong hal tersebut dengan melahirkan laboratorium LPPOM MUI yang termasuk lab pionir dalam pengujian halal serta laboratorium pertama untuk verifikasi klaim vegan ke Badan POM.
Lab LPPOM MUI turut memastikan keamanan makanan, minuman dan obat yang beredar di masyarakat dengan kemampuan mendeteksi etilen glikol/dietilen glikol yang dapat menyebabkan gagal ginjal pada anak.
Acara ini diisi lebih dari 200 peserta dari kalangan industri, penanggung jawab apotek, pegawai negeri sipil dan mahasiswa farmasi.
Peserta antusias bertanya terkait serba serbi peran apoteker di ekosistem halal, regulasi terkait, serta teknis pengujian halal.[ind]