JAHILIAH tidak serta-merta berarti bodoh. Kaum Quraisy misalnya, memiliki strategi perdagangan yang cerdas, tapi mereka juga termasuk dalam masyarakat jahiliah. Lantas, apakah yang menjadikan suatu masyarakat disebut jahil?
“Masyarakat Jahiliyah” menjadi tajuk dalam perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta Angkatan 13 yang disajikan oleh Adi Zulfikar pada Hari Rabu (5/10/2023) di Kantor INSISTS, Kalibata, Jakarta Selatan.
Pria yang merupakan Co-founder Sirah Institute itu memaparkan bahwa masyarakat disebut jahiliah bukan karena kebodohan semata, tapi ketika masyarakat tersebut bersandar pada standar kebenaran yang salah, bahkan lebih ekstrim lagi tidak memiliki standar kebenaran.
Baca Juga: Konsep Hermeneutika Al-Quran Habis Dikuliti di Kelas SPI Jakarta: Dasarnya Sudah Keliru!
Adi mengambil contoh pada Kaum Quraisy masa pra-Islam yang sangat cerdas dalam berdagang, tapi di sisi lain sikap jahil merajalela.
Mereka biasa berzina, berjudi, berperang, bahkan mengubur hidup-hidup anak perempuannya tanpa merasa itu adalah hal yang salah.
Hal ini terjadi karena Quraisy di masa itu belum tersentuh cahaya keislaman sehingga tidak paham mana kebenaran yang hakiki.
Pegiat Sirah Community Indonesia ini juga menyampaikan bahwa kejahilan tidak hanya ada di Arab saja. Beberapa contoh peradaban lain yang masyarakatnya sempat terjebak dalam kondisi jahiliah misalnya Persia, Romawi, Yahudi, sampai India. Beberapa praktik kejahilan bahkan masih terasa sampai hari ini.
Lebih lanjut, Adi menyimpulkan paradigma jahiliah dalam lima poin:
Pertama, Watsaniah atau pemberhalaan. Masyarakat jahiliah selalu memiliki sesembahan, umumnya berbentuk patung.
Kedua, aba’iyah atau dependensi. Masyarakat jahiliah dapat bertindak hanya karena tradisi atau kata leluhur, tanpa pertimbangan atas baik buruknya tindakan itu.
Ketiga, Ashabiyah atau fanatisme golongan.
Keempat, Haus akan standar kehormatan. Masyarakat jahiliah juga banyak melakukan sesuatu hanya demi mengejar popularitas atau agar terlihat baik di pandangan orang lainnya.
Kelima, Al-mala’ atau elite. Pada masyarakat jahiliah, selalu terdapat golongan elite yang memelihara kebodohan masyarakat untuk mempertahankan kekuasaan kelompok mereka.
Materi seputar masyarakat jahiliah menurut salah satu murid SPI Jakarta, Suden Bahaudin, sangatlah penting untuk membuka pemahaman dan wawasan tentang kondisi masyarakat jahiliah hingga upaya menghindari dan mengatasi kerusakan yang terjadi akibat perbuatan mereka,
“Kelas tentang melihat sejarah, terkhusus mengenai masa-masa jahiliah sangat membuka mata dan pikiran kita tentang seperti apa keadaan saat terjadinya masa-masa jahiliah, apa saja kerusakan yang terjadi hingga apa saja yang membuat mereka bisa seperti itu adanya. Jika kita refleksikan pada kondisi saat ini penting untuk kita mempelajarinya supaya bisa menghindari dan mengatasi hal-hal tersebut” papar mahasiswa Institut Pertanian Bogor tersebut.
Penulis: Hanif Zulfan Rashifa
[Ln]