KONSEP wahyu Al-Quran dan kenabian merupakan salah satu konsep penting yang perlu dipahami setiap muslim. Sebab, seringkali kalangan liberal, orientalis barat, dan mu’tazilah menggelincirkan pemahaman yang bisa menggerus kesempurnaan akidah seorang muslim.
Oleh karenanya, konsep wahyu dan kenabian menjadi materi pertemuan ketujuh Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta Angkatan ke-13 pada Rabu malam (13/09/2023). Bertempat di Kantor INSISTS, Kalibata, Jakarta Selatan, Muhammad Fadhila Azka hadir sebagai pengajar pada pertemuan ini.
“Seorang muslim perlu mengkaji kepahaman argumentasi bahwa wahyu sebagai realitas. Sebab, kalangan orientalis menolak realitas wahyu dan kalangan jahiliyah berpandangan bahwa wahyu bukan dari Allah tetapi dari dunia astral atau dunia metafisik,” terang Azka.
Baca Juga: SPI Jakarta: Al-Quran Mengancam Umat Muslim yang Mengikuti Yahudi dan Nasrani
Konsep Hermeneutika Al-Quran Habis Dikuliti di Kelas SPI Jakarta: Dasarnya Sudah Keliru!
Lebih lanjut Dosen Institute Daarul Qur’an ini menjelaskan bahwa di antara perkara yang harus dipahami dalam konsep wahyu adalah keyakinan terhadap Al-Qur’an sebagai kalam Allah.
“Dalam worldview of Islam terdapat konsep dasar yang harus dipahami. Jika keliru dalam konsep dasar ini maka akan menjadi kacau pada konsep-konsep selanjutnya,” ungkapnya.
Pria alumnus Tafsir Hadits UIN Jakarta ini pun menjelaskan konsep tersebut, “Al-Qur’an adalah qira’ah bukan teks, Al-Qur’an juga bukan dari manuskrip, melainkan manuskrip lahir dari Al-Qur’an, serta konsep rasm tabi’un lil riwayah.”
Menurutnya Al-Qur’an sebagai kalam Allah subhanahu wa ta’ala tidak bisa diposisikan sebagai teks, melainkan bacaan yang dihafal sehingga bebas dari kritik teks, kritik sumber dan kritik sejarah.
Sedangkan hermeneutika berusaha memahami sebuah teks dilihat dari aspek arah kontekstual, histori, penulis, serta kondisi sosial psikologis sang penulis ketika menulis.
“Konsekuensinya kita menolak hermeneutika Al-Qur’an. Kontekstualisasi Al-Qur’an tidaklah tepat karena Al-Qur’an bukan teks,” tegasnya.
Ia kemudian menggugah pemikiran para murid melalui pertanyaan “Apakah ayat dulu, atau kejadian dulu?” tanya alumnus program Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IIQ Jakarta membuka sesi diskusi tanya jawab.
Dina, salah seorang murid SPI Angkatan ke-13 pun mengaku memperoleh pencerahan, meski alokasi waktu yang tersedia belum memadai untuk membahas tuntas materi perkuliahan.
“Saya masih agak bingung ketika di awal dijelaskan ilmu kalam konsepsinya Imam Al-Ghazali tapi seiring waktu saya dapat pencerahan tentang konsep wahyu. Sayangnya, konsep kenabian belum tuntas dibahas, sudah habis sesinya”.
Penulis: Epa Elfitriadi dan Amrina Husna
[Ln]