HAMAS dan Gaza tiba-tiba menyentak dunia. Seluruh pandangan mata tertuju di wilayah yang luasnya 7 kilometer lebih kecil dari luas Jakarta Pusat.
Apa yang bisa dipelajari dari Hamas dan Gaza yang kini menjadi sorotan dunia?
Pertama, Hamas begitu sukses memberdayakan wilayah Gaza menjadi generasi muda muslim yang begitu potensial.
Bisa dibilang, segala sifat unggul yang dimiliki pemuda kini bertumpuk di Gaza. Mulai dari kesolehan, keberanian, kecerdasan, keuletan, kesabaran, kesungguhan, kreativitas, dan lainnya.
Bayangkan, luas Gaza hanya sebesar 45 kilometer per segi. Lebih kecil 7 kilometer dari luas Jakarta Pusat. Tapi, jumlah penduduk Gaza pada tahun ini sebesar 2,5 juta jiwa. Kenaikannya luar biasa dibandingkan dengan tahun 2017 yang hanya 600 ribuan saja.
Coba lihat Jakarta Pusat. Dengan luas 52 kilometer, jumlah penduduk Jakpus sebesar 1,11 juta orang. Dari semua wilayah di Jakarta, Jakpus merupakan wilayah yang terpadat.
Sekarang bandingkan dengan Gaza. Luasnya lebih kecil 7 kilometer dari Jakpus, tapi memiliki penduduk dua kali lipat dari Jakpus. Betapa padatnya wilayah Gaza.
Stereotip tentang wilayah yang super padat dan misikin biasanya identik dengan kriminalitas, pengangguran, kebodohan, narkoba, dan hal buruk lainnya.
Namun, Gaza justru sebaliknya. Inilah wilayah di Palestina yang memiliki semua keunggulan dari kriteria the best yang ada di seluruh dunia.
Dengan kata lain, Hamas telah membuktikan kepada dunia bahwa tarbiyah Islam merupakan kunci sukses lahirnya generasi muda yang bermutu.
Bayangkan, bagaimana mungkin di lokasi yang super padat itu dengan tingkat kemiskinan yang parah, mereka bisa membuat ‘prakarya’ berupa roket, drone, senjata api, taktik perang ala pasukan khusus, dan lainnya.
Jangan lupa, para pakar dari sains hingga Al-Qur’an berasal dari wilayah Gaza. Dan sosok Imam Syafi’i merupakan ulama yang berasal dari Gaza.
Kedua, Hamas sukses menjadikan Gaza sebagai wilayah yang paling ditakuti Israel dan Amerika.
Perhatikanlah Gaza secara objektif sebagai tempat tinggal pada umumnya di seluruh dunia. Permukimannya begitu padat. Mereka diisolasi dari dunia luar: tidak boleh ada ekspor impor, dan lainnya, tidak jelas menginduk ke negara mana, dan seterusnya.
Pendek kata, menatap Gaza tak ubahnya seperti sebuah penjara berskala besar. Wilayahnya dikurung oleh dinding tinggi Israel dan laut yang dijaga ketat Israel.
Namun dengan serba minim dan tidak leluasa itu, Hamas bisa membentuk anak-anak muda Gaza menjadi sosok hebat yang ditakuti negara yang katanya paling ditakuti dunia: Israel.
Meski hidup dalam kemiskinan, tidak ada tampang-tampang kurus kering pada sosok anak muda Gaza. Bahkan mereka lebih kekar dan sempurna dibandingkan personil militer Israel.
Dengan kata lain, bukan hanya perangkat jiwa saja yang hebat, penampilan fisik pemuda Gaza pun begitu memadai: sehat dan lincah.
Wallahu a’lam bishowab, mungkin inilah di antara tafsir Surah Al-Isra ayat pertama yang menyebut sekitar Masjidil Aqsha sebagai daerah yang diberkahi oleh Allah subhanahu wata’ala: alladzii baaroknaa haulahu.
Gaza sepatutnya menjadi cermin hidup untuk daerah tempat tinggal muslim mana pun. Meski miskin, mereka tetap soleh dan cerdas. Meski dijajah, mereka tidak pernah penakut dan meminta-minta.
Cermin hidup itu kini berpulang pada diri kita masing-masing: kenapa mutu kita begitu jauh dari generasi muda Gaza? Padahal realitasnya, keadaan wilayah kita jauh lebih aman dan nyaman dari Gaza. [Mh]