Oleh: Agung Waspodo (peneliti sejarah Islam)
ChanelMuslim.com-Setelah turun keputusan dari Kementerian Kebudayaan dan Informasi tertanggal 11 Desember 2017 maka mulai 2018 bioskop akan dibuka di Kerajaan Arab Saudi setelah dilarang selama 35 tahun. Pelarangan bioskop pada tahun 1982 terjadi seiring dengan menguatnya peran institusi agama serta krisis penyanderaan Ka’bah oleh kelompok Juhayman al-‘Utaybi 20 Nov-4 Des 1979.
Salah satu film yang akan diputar perdana berjudul “Born a King” yang menggambarkan kehidupan Pangeran Faisal yang berusia 14 tahun pada tahun 1919. Ia dikirim oleh ayahnya, Raja Abdul Aziz (dikenal sebagai Ibn Sa’ud pendiri kerajaan Arab Saudi), ke London dengan misi memastikan dukungan Kerajaan Inggris atas berdirinya Kerajaan Arab Saudi.
Dukungan Inggris terhadap berdirinya Kerajaan Arab Saudi sudah tidak perlu ditutupi lagi karena sudah menjadi informasi pada domain publik.
Selama perjalanan diplomatik tersebut Pangeran Faisal (kelak menjadi raja menggantikan kakaknya Sa’ud 1953-65) didampingi Harry Philby sang penasihat tinggi Raja Abdul Aziz. Harry St. John Bridger Philby (foto sebelah kiri) adalah agen intelijen Inggris sebagaimana Thomas Edward Lawrence. Jika Lawrence dikirim untuk menggarap keluarga Syarif Hussein ibn Ali al-Hasyimi, maka “Jack” Philby dikirim untuk menggarap keluarga Ibn Sa’ud.
Politik kerajaan Saudi tentu cukup praktis agar mereka dapat terus bertahan karena pengalaman era Dir’iyah 1742-1818 dan era Riyadh 1824-1891 keduanya berakhir tragis. Pilihan untuk memihak Inggris adalah pilihan yang logis.
Dalam lawatan tersebut Pangeran Faisal menghadapi Lord Curzon yang lebih pro kepada faksi keluarga Hussein ibn Ali serta Winston Churchill yang pro Zionis. Pangeran Faisal juga menjalin kerja sama dengan Princess Mary dalam menapaki lika-liku politik Inggris. Rombongan kerajaan ini juga sempat mengunjungi Irlandia.
Selain kisah keluarga Ibn Sa’ud, yang juga menarik adalah cerita bagaimana Philby yang kecewa dengan pemerintah Inggris kemudian menjadi tokoh anti Zionisme. Philby masuk İslam pada tahun 1930 dengan nama Sheikh Abdullah. Philby juga memuluskan ARAMCO (gabungan dua perusahaan minyak Amerika Serikat; SoCAL dan Texaco) melalui kedekatannya dengan keluarga Ibn Sa’ud untuk menang kontrak bisnis minyak terbesar dunia atas Anglo-Persian Oil Company (Inggris), nampak sekali dia ingin balas dendam. Bahkan anaknya, Kim Philby, yang ia promosikan ke dalam dinas rahasia M16 Inggris pun kemudian menjadi double-agent yang mengkhianati Inggris demi Uni Soviet.
—
Jadi mengapa film ini yang akan ditayangkan? Ada dua kemungkinan menurut saya:
Satu, Pangeran Muhammad ibn Salman (MBS, penguasa de fakto sekarang) mungkin ingin memodel kepemimpinan Raja Faisal (1964-75) yang cukup terbuka dengan barat namun tetap kuat secara politik regional. Tentu ada beberapa kualitas Raya Faisal yang tidak dimiliki oleh sang pangeran; tapi dia masih muda dan masih bisa berubah.
Kedua, sosok Philby menjadi unik untuk turut diangkat dalam film tersebut. Philby sebagai penasihat Raja Abdul Aziz sang pendiri kerajaan, berani menilai secara terbuka pemerintahan Raja Sa’ud (1953-65). Sa’ud adalah kakak tertua Pangeran Faisal pengganti ayah mereka Abdul Aziz. Menurut Philby, kerajaan berubah menjadi negeri dengan aturan yang kaku dan keluarga kerajaan merosot moralnya. Namun, ada semacam paradoks tentang kemewahan yang dipertontonkan MBS akhir-akhir ini jika ingin konsisten dengan prinsip Philby.
Philby terkenal mengritik kepemimpinan Raja Sa’ud dengan kata-kata pedasnya “the royal family’s morals were being picked up ‘in the gutters of the West'”. Sosok Philby ini pernah dituduh anti-Zionis serta ditangkap oleh Pemerintah Inggris pada Perang Dunia Kedua. Philby dibuang ke Lebanon tahun 1955 akibat kritiknya dan wafat dalam lawatan di Beirut tahun 1960. Philby belum sempat melihat era Raja Faisal (1964-75) yang ketika berstatus pangeran pernah diantarnya selama lawatan diplomatik ke Inggris.
Apakah betul MBS melihat dirinya seperti Raja Faisal? Saya hanya berusaha mengejar ketertinggalan bacaan sejak liburan kemarin. Mungkin ini film lebih cocok untuk jiwa saya daripada yang lagi trending di Indonesia. Hampir pasti tidak tayang di Indonesia, film ini terlalu banyak mikir untuk menikmatinya.
Depok, 1 Januari 2018.
(Ind)