BELAJAR dari ketegasan Shalahuddin Al Ayyubi saat menutup Universitas Al Azhar, Kairo, pada 576 H/1171 M karena menyebarkan paham syiah.
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin telah menginstruksikan kepada Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan,
Mahfud MD untuk mengoordinasikan lebih lanjut terkait kontroversi ajaran Pesantren Al Zaytun.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengkaji opsi dorongan pembubaran atau pencabutan izin Mahad Al-Zaytun kepada pemerintah.
“Itu (dorongan pembubaran atau pencabutan izin Al-Zaytun) nanti dianalisis, semuanya akan dikaji,” ujar Wakil Sekjen Bidang Hukum dan HAM MUI, Ikhsan Abdullah,
usai rapat membahas perkembangan isu aktual terkait Pondok Pesantren Al-Zaytun di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/6). [Republika, 22/6]
Kontroversi soal pesantren itu terus bergulir ke mana-mana, masyarakat yang menanti keputusan pemerintah dibuat gemas dan bertanya-tanya,
“Ada apa sebenarnya? Mengapa sanksi tegas sulit dijatuhkan?”
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti mengulas tentang penutupan lembaga pada zaman pembebas Baitul Maqdis itu.
Penutupan lembaga pendidikan bukan sekali dua kali terjadi.
Sejarah mencatat, yang paling “spektakuler” adalah keputusan tegas yang diambil Shalahuddin Al Ayyubi untuk menutup Universitas Al Azhar, Kairo, pada 576 H/1171 M.
Apa pasal?
Baca juga: Belajar Hakikat Pernikahan dari Orangtua Shalahuddin Al Ayubi
Belajar dari Ketegasan Shalahuddin Al Ayyubi
Pada mulanya Masjid Al Azhar, Kairo, didirikan oleh Panglima Jauhar ash-Shaqili atas titah Khalifah Al Muiz Lidinillah dari dinasti Fathimiyah. Dinasti Fatimiyah adalah pemerintahan syiah yang terpusat di Mesir.
Mulai tahun 378 H/ 988 M Khalifah Abu Al-Manshur Nizar Al-Aziz memfungsikan Al Azhar sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan paham Syiah Ismailiyah.
Pengajar pertamanya adalah qadhi Abu Hasan Ali bin Muhammad bin an-Nu’man.
Saat Shalahuddin Al Ayyubi berhasil menguasai Mesir, ia sangat paham bahwa lembaga pendidikan yang menyebarkan aliran menyimpang akan merusak dan melemahkan umat.
Dengan ketegasan dan keberanian yang luar biasa, ia tutup lembaga pendidikan yang sangat prestisius itu, tanpa pertumpahan daras setetes pun.
View this post on Instagram
Sebagai gantinya, ia panggil para ulama sunni dari keempat mazhab untuk mendirikan madrasah-madrasah yang sepenuhnya disokong oleh negara.
Madrasah-madrasah yang baru didirikan itulah yang mengambil alih peran dan tanggung jawab pendidikan untuk umat.
Hasilnya? Hanya dalam waktu singkat, persatuan umat kembali terjalin dan dibuktikan dengan dibebaskannya Baitul Maqdis.
Baitul Maqdis adalah indikator umat Islam. Saat Baitu Maqdis ternista, pasti umat juga dalam posisi terendahnya. Sebailknya, saat Baitul Maqdis mulia, maka dipastikan Islam berjaya.
Butuh waktu hampir satu abad lamanya untuk kembali membuka Universitas Al Azhar. Setelah dipastikan unsur-unsur syiah terkikis habis dari lembaga pendidikan itu.
Tepatnya, pada 17 Desember 1267 M, shalat Jumat kembali dilaksanakan untuk pertama kalinya di Masjid al-Azhar, pada masa pemerintahan Sultan az-Zahir Baibars dari Dinasti Mamluk.
Pemimpin negeri ini harusnya belajar dari ketegasan Shalahuddin Al Ayyubi.[ind]