SEORANG mahasiswa filsafat menceritakan pengalamannya menjadi mualaf. Hanya Islam yang bisa menjawab kebingungannya selama ini.
Ia pernah menyimpan pertanyaan besar tentang manusia dan alam semesta. Pertanyaan itu adalah kenapa harus ada kiamat kalau hanya untuk memusnahkan umat manusia.
Menurutnya, bumi di mana manusia tinggal tak ubahnya seperti butiran pasir di jutaan galaksi yang tak terbilang. Sayang sekali harus menghancurkan yang besar itu hanya untuk memusnahkan bumi di mana manusia tinggal.
Jawaban itu tak kunjung ia temukan di agamanya. Pun tak ia temukan di agama-agama lain hingga akhirnya ia menemukan Islam.
Setidaknya kegusarannya itu terjawab dalam Surah Al-Baqarah ayat 29. “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Logika kita yang tidak seberapa rasanya sulit memahami bahwa alam raya yang besar ini hanya ‘aksesoris’ untuk manusia di bumi.
Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat di atas. Menurutnya, Allah menciptakan bumi terlebih dahulu baru kemudian menyempurnakannya dengan tujuh lapis langit.
Para ahli lain pun menjelaskan bahwa Ka’bah yang berada di Mekah merupakan titik pusat alam semesta yang terhubung langsung dengan ‘Arsy Allah subhanahu wata’ala.
Seolah seisi alam semesta berputar terus-menerus tanpa henti mengelilingi Ka’bah, seperti berputarnya jamaah haji atau umrah yang melaksanakan thawaf.
Jadi, keberadaan manusia bukan di posisi yang terpisah satu sama lain dengan seisi alam semesta. Sebaliknya, semua satu rangkaian dalam satu putaran beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan pusatnya ada pada eksistensi manusia itu sendiri.
Masya Allah. Betapa besar dan agungnya Allah subhanahu wata’ala. Kalau aksesoris untuk manusia di bumi yang sementara ini saja sebesar dan sedahsyat itu, bagaimana dengan balasan yang telah Ia siapkan untuk hamba-hambaNya yang beriman dan bertakwa.
Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Dan bersegeralah kalian mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133)
Karena itu, jangan terbuai dan terpedaya dengan ‘remeh-temeh’ kehidupan saat ini. Tugas utama hidup ini adalah beribadah kepada Allah. Suatu saat, dengan iman dan takwa itu, kita akan menikmati kenikmatan yang bukan lagi aksesoris, melainkan yang sebenarnya. [Mh]