TAFSIR surat An-Nas ayat 1-6 menjelaskan tentang permohonan perlindungan kepada Allah. Sebagai manusia, penting bagi kita untuk memohon perlindungan. Sebab, setan selalu menggoda kita.
Baca Juga: Surat An-Nashr Ayat 1, Datangnya Pertolongan Allah
Tafsir Surat An-Nas Ayat 1-6, Memohon Perlindungan kepada Allah
Dalam surat An-Nas inilah hal tersebut dijelaskan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ
Katakanlah (Nabi Muhammad), “Aku berlindung kepada Tuhan manusia, (An-Nas: 1)
مَلِكِ النَّاسِۙ
raja manusia, (An-Nas: 2)
اِلٰهِ النَّاسِۙ
sembahan manusia (An-Nas: 3)
Tafsir Tahlili menjelaskan bahwa Allah menambah keterangan tentang Tuhan pendidik manusia ialah yang menguasai jiwa mereka dengan kebesaran-Nya.
Mereka tidak mengetahui kekuasaan Allah itu secara keseluruhan, tetapi mereka tunduk kepada-Nya dengan sepenuh hati dan mereka tidak mengetahui bagaimana datangnya dorongan hati kepada mereka itu, sehingga dapat mempengaruhi seluruh jiwa raga mereka.
Ayat-ayat ini mendahulukan kata Rabb (pendidik) dari kata Malik dan Ilāh karena pendidikan adalah nikmat Allah yang paling utama dan terbesar bagi manusia.
Kemudian yang kedua diikuti dengan kata Malik (Raja) karena manusia harus tunduk kepada kerajaan Allah sesudah mereka dewasa dan berakal.
Kemudian diikuti dengan kata Ilāh (sembahan), karena manusia sesudah berakal menyadari bahwa hanya kepada Allah mereka harus tunduk dan hanya Dia saja yang berhak untuk disembah.
Allah menyatakan dalam ayat-ayat ini bahwa Dia Raja manusia. Pemilik manusia dan Tuhan manusia, bahkan Dia adalah Tuhan segala sesuatu.
Tetapi di lain pihak, manusialah yang membuat kesalahan dan kekeliruan dalam menyifati Allah sehingga mereka tersesat dari jalan lurus.
Mereka menjadikan tuhan-tuhan lain yang mereka sembah dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan itulah yang memberi nikmat dan bahagia serta menolak bahaya dari mereka, yang mengatur hidup mereka, menggariskan batas-batas yang boleh atau tidak boleh mereka lakukan.
Mereka memberi nama tuhan-tuhan itu dengan pembantu-pembantunya dan menyangka bahwa tuhan-tuhan itulah yang mengatur segala gerak-gerik mereka.
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
اِتَّخَذُوْٓا اَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَۚ وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوْٓا اِلٰهًا وَّاحِدًاۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ سُبْحٰنَهٗ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Mereka menjadikan orang-orang alim (Yahudi), dan rahib-rahibnya (Nasrani) sebagai tuhan selain Allah, dan (juga) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan selain Dia. Mahasuci Dia dari apa yang mereka persekutukan. (at-Taubah/9: 31)
وَلَا يَأْمُرَكُمْ اَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلٰۤىِٕكَةَ وَالنَّبِيّٖنَ اَرْبَابًا ۗ اَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ اِذْ اَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi Muslim? (Āli ‘Imrān/3: 80)
Maksudnya, dengan ini Allah memperingatkan manusia bahwa Dia-lah yang mendidik mereka sedang mereka adalah manusia-manusia yang suka berpikir dan Dia Raja mereka dan Dia pula Tuhan mereka menurut pikiran mereka. Maka tidak benarlah apa yang mereka ada-adakan untuk mendewa-dewakan diri mereka padahal mereka manusia biasa.
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ
dari kejahatan (setan) pembisik yang bersembunyi (An-Nas: 4)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan manusia agar berlindung kepada Allah Rabbul-‘Ālamīn dari kejahatan bisikan setan yang senantiasa bersembunyi di dalam hati manusia.
Bisikan dan was-was yang berasal dari godaan setan itu bila dihadapkan kepada akal yang sehat mesti kalah dan orang yang tergoda menjadi sadar kembali, karena semua bisikan dan was-was setan yang akan menyakiti manusia itu akan menjadi hampa bila jiwa sadar kembali kepada perintah-perintah agama.
Begitu pula bila seorang menggoda temannya yang lain untuk melakukan suatu kejahatan, tetapi temannya itu berpegang kuat dengan perintah-perintah agama niscaya akan berhenti menggoda dan merasa kecewa karena godaannya itu tidak berhasil namun ia tetap menunggu kesempatan yang lain.
الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ
yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, (An-Nas: 5)
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ࣖ
dari (golongan) jin dan manusia.” (An-Nas: 6)
Allah menerangkan dalam ayat ini tentang godaan tersebut, yaitu bisikan setan yang tersembunyi yang ditiupkan ke dalam dada manusia, yang mungkin datangnya dari jin atau manusia, sebagaimana dalam ayat lain Allah berfirman:
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيٰطِيْنَ الْاِنْسِ وَالْجِنِّ
Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin. (al-An‘ām/6: 112) Setan-setan jin itu seringkali membisikkan suatu keraguan dengan cara yang sangat halus kepada manusia.
Seringkali dia menampakkan dirinya sebagai penasihat yang ikhlas, tetapi bila engkau menghardiknya ia mundur dan bila diperhatikan bicaranya ia terus melanjutkan godaannya secara berlebih-lebihan.
Surat ini dimulai dengan kata pendidik, karena itu Tuhan sebagai pendidik manusia, berkuasa untuk menolak semua godaan setan dan bisikannya dari manusia.
Allah memberi petunjuk dalam surah ini agar manusia memohon pertolongan hanya kepada Allah sebagaimana Dia telah memberi petunjuk yang serupa dalam surah al-Fātiḥah, bahwa dasar yang terpenting dalam agama adalah menghadapkan diri dengan penuh keikhlasan kepada Allah baik dalam ucapan, maupun perbuatan lainnya dan memohon perlindungan kepada-Nya dari segala godaan setan yang ia sendiri tidak mampu menolaknya. [Cms]