ChanelMuslim.com – Komisi V DPR RI akan memperjuangkan kemudahan akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
“UU Nomor 1 Tahun 2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengamanatkan tentang kewajiban pemerintah untuk menyediakan perumahan bagi rakyat termasuk soal pembiayaan melalui tabungan perumahan (Tapera),” kata Yudi saat diskusi RUU Tapera, di Gedung DPR RI, Selasa (14/4/2015).
Yudi mengatakan dalam UU PKP, terdapat beberapa pasal dan bahkan bab khusus tentang pendanaan dan pembiayaan perumahan. Seperti di Bab X, yang mencantumkan berbagai skema pembiayaan, termasuk dana tabungan (Pasal 124) sampai dengan pembiayaan sekunder untuk perumahan (Pasal 128). Pasal 24 secara eksplisit menyatakan bahwa ”Ketentuan mengenai tabungan perumahan diatur tersendiri dengan undang-undang.”
Rencananya, lanjut Yudi, penyelenggaran Tapera ini tak hanya akan diberlakukan bagi pekerja yang memiliki hubungan kerja industrial, tapi juga masyarakat yang memiliki penghasilan tetapi tidak memiliki hubungan kerja industrial.
“Untuk skema penyelenggaraan Tapera, dalam konsep RUU Tapera yang sedang digodok ini diperuntukkan bagi pekerja yang memiliki hubungan kerja industrial melalui Program Tabungan Perumahan Wajib (TPW) dan masyarakat belum memiliki rumah dapat mengikuti Program Tabungan Perumahan Berdasarkan Perjanjian (TPBP). Jadi, semua masyarakat yang memiliki penghasilan bisa mengikuti program Tapera. Sedangkan masyarakat yang penghasilannya sangat rendah pendekatan hunian sebaiknya dilakukan secara sewa (rental housing atau public housing) yang menjadi tanggungjawab Kementerian PU-Pera dan Kementerian Sosial,” ujar Yudi.
Mengenai iuran yang wajib dibayar, politisi PKS asal Jawa Barat ini mengatakan, konsep RUU Tapera ini mengatur Iuran peserta Tapera sebesar 5% dari gaji/ upah/penghasilan setiap bulan.
Agar iuran kepesertaan Tapera tidak terlalu memberatkan bagi peserta khususnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), kata Yudi, perlu juga dipertimbangakan apakah iuran yang 5% tersebut seluruhnya berasal dari peserta ataukah perlu juga dipertimbangkan sharing dari pemberi kerja/pemerintah dalam prosentasi tertentu.
“Mengenai iuran peserta, kami dalam masih akan menggodok konsepnya dalam RUU ini. Untuk sementara, kita tidak ingin terlalu membebani peserta, karena itu terbuka kemungkinan untuk sharing antara pekerja dan pemberi kerja. Hal ini juga untuk meningkatkan gairah dari peserta untuk menjadi anggota, dengan juga mempertimbangkan kemampuan dari pemberi kerja/pemerintah,” pungkas Yudi. (nf)