DALAM surat Al-Fajr ayat 15-20, dijelaskan tentang kekayaan dan kemiskinan. Tidak jarang, seseorang ketika diberi kekayaan, mereka menganggap bahwa diri mereka dimuliakan Allah. Namun, ketika rezekinya dibatasi, mereka mengatakan bahwa Allah telah menghinakan mereka.
Sebenarnya, pandangan seperti itu tidak benar. Keduanya justru merupakan sama-sama ujian dari Allah. Dijelaskan dalam tafsir Tahlili.
Baca Juga; Tadabbur Surat Al-Balad Akhir Jalan Mendaki
Tafsir Surat Al-Fajr Ayat 15-20, Kekayaan bukan Kemuliaan dan Kemiskinan bukan Kehinaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاَمَّا الْاِنْسَانُ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ رَبُّهٗ فَاَكْرَمَهٗ وَنَعَّمَهٗۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَكْرَمَنِۗ
Adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kenikmatan, berkatalah dia, “Tuhanku telah memuliakanku.” (Al-Fajr: 15)
Ayat ini menyatakan bahwa Allah menguji manusia dengan kemuliaan dan berbagai nikmat-Nya, seperti kekuasaan dan kekayaan. Orang yang kafir dan durhaka akan memandang hal itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka.
وَاَمَّآ اِذَا مَا ابْتَلٰىهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهٗ ەۙ فَيَقُوْلُ رَبِّيْٓ اَهَانَنِۚ
Sementara itu, apabila Dia mengujinya lalu membatasi rezekinya, berkatalah dia, “Tuhanku telah menghinaku.” (Al-Fajr: 16)
Sebaliknya, bila Allah menguji mereka dengan cara membatasi rezeki, mereka menyangka bahwa Allah telah membenci mereka. Pandangan itu tidak benar, karena Allah memberi siapa yang disukai-Nya atau tidak memberi siapa yang tidak disukai-Nya.
Allah ingin menguji manusia, dan karena itu Ia menghendaki agar manusia itu selalu patuh kepada-Nya, baik dalam keadaan berkecukupan maupun kekurangan. Bila Allah memberi, maka manusia yang diberi harus bersyukur, dan bila Ia tidak memberi, manusia harus bersabar.
كَلَّا بَلْ لَّا تُكْرِمُوْنَ الْيَتِيْمَۙ
Sekali-kali tidak! Sebaliknya, kamu tidak memuliakan anak yatim, (Al-Fajr: 17)
Akan tetapi banyak manusia yang ingkar, mereka tidak mensyukuri nikmat yang diberikan kepadanya. Bersyukur adalah mengucapkan kata-kata syukur dan menggunakan nikmat itu sesuai dengan ketentuan Yang Memberinya.
Salah satu ketentuan-Nya adalah bahwa orang yang diberi kelebihan rezeki harus memperhatikan mereka yang berkekurangan. Di antara mereka adalah anak-anak yatim. Anak yatim perlu diasuh sampai mereka dewasa. Manusia yang ingkar dan tak mau bersyukur tidak mau memperhatikan pengasuhan anak-anak yatim itu.
وَلَا تَحٰۤضُّوْنَ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۙ
tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, (Al-Fajr: 18)
وَتَأْكُلُوْنَ التُّرَاثَ اَكْلًا لَّمًّاۙ
memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram), (Al-Fajr: 19)
وَّتُحِبُّوْنَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّاۗ
dan mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan. (Al-Fajr: 20)
Orang yang durhaka itu terus mencari dan mengumpulkan kekayaan tanpa mengenal rasa lelah dan tidak peduli halal atau haram. Di samping itu, mereka sangat pelit, tidak mau mengeluarkan kewajiban berkenaan harta, yaitu membayar zakat dan membantu orang yang berkekurangan.
Allah tidak mungkin sayang kepada orang kaya raya yang memperoleh kekayaan itu dengan cara yang tidak benar. Juga kepada orang yang tidak mau membantu orang lain.
Mereka jangan mengira bahwa mereka memperoleh kekayaan itu sebagai tanda bahwa Allah menyayangi mereka. Sebaliknya, Allah sesungguhnya membenci mereka.
Tidak mustahil mereka akan dijatuhi azab seperti yang telah ditimpakan-Nya kepada umat-umat terdahulu itu. Di akhirat nanti, Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka.
Hakikat ini hendaknya disadari oleh kaum kafir Mekah yang masih juga membangkang. Hal itu hendaknya dijadikan pelajaran oleh seluruh umat manusia. [Cms]