BOLEHKAH pensiun dari dakwah? Pertanyaan ini menggelitik apalagi buat kamu yang senang untuk mengajak orang berbuat baik. Yuk, kita tanya Ustaz Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. mengenai hal ini.
Di dunia kerja dikenal istilah pensiun dari kerja. Umumnya di usia 55 – 60 tahun. Alasannya karena di usia tersebut sudah tidak produktif lagi untuk bekerja.
Dunia dakwah tidak sama dengan dunia kerja. Di dunia dakwah justru tidak dikenal istilah pensiun. Bahkan Nabi Nuh alaihis salam berdakwah sampai usia 950 tahun.
Di dalam ajaran Islam, usia tua sangat menentukan. Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Sesungguhnya amal perbuatan itu dihitung dengan penutupannya.” (Musnad Ahmad 21768)
Menutup usia di saat masih aktif berdakwah menjadi tanda husnul khatimah. Karena dakwah merupakan amal dan aktivitas terbaik bagi seorang Muslim. Firman Allah:
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَاۤ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَا لِحًا وَّقَا لَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (QS. Fussilat: 33)
Allah tidak memberi izin pensiun dari dakwah bagi mereka yang sudah diantarkan ke jalan dakwah, agar mereka mendapat husnul khatimah sebagaimana para Nabi dan Rasul-Nya.
Bila mereka memensiunkan diri dari dakwah maka dianggap sebagai orang yang mengingkari nikmat Allah. Karena itu hukumannya sangat berat.
Berikut ini renungan singkat tentang fenomena pensiun dari dakwah. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Ujian Masa Tua
Bolehkah Pensiun dari Dakwah
Orang pensiunan, dalam bahasa Arab disebut mutaqo’id/ متقاعد. Orang yang sebelumnya bekerja kemudian berhenti bekerja. Kata asalnya qo’ada/ قعد yakni duduk.
Kata bendanya qu’ud قعود.
Di antara arti قعد adalah: Duduk setelah sebelumnya berdiri. Atau meninggalkan sesuatu. Atau tidak mau aktif melakukan sesuatu. Fenomena ini bila terjadi di dunia dakwah disebut penyakit qu’ud/ قعود.
Di dalam al-Quran, orang yang tidak mau aktif berdakwah dan berjuang menegakkan ajaran Islam disebut dengan “قاعدون ” (orang-orang yang duduk berpangku tangan).
Firman Allah:
قَا لُوْا يٰمُوْسٰۤى اِنَّا لَنْ نَّدْخُلَهَاۤ اَبَدًا مَّا دَا مُوْا فِيْهَا فَا ذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَا تِلَاۤ اِنَّا هٰهُنَا قَا عِدُوْنَ
“Mereka berkata, Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap duduk (menanti) di sini saja.” (QS. Al-Ma’idah: 24)
Sebagian Bani Israil yang menyebut diri sebagai qo’idun ( قاعدون) adalah mereka yang tetap duduk dan enggan ikut berjuang di saat saudara-saudara mereka aktif berjuang bersama Nabi Musa alaihissalam.
Al-Quran mencela sikap dan tindakan ini dalam sebagian ayat yang lain dan menjadikannya sebagai salah satu karakter orang-orang munafik. Firman Allah:
اَلَّذِيْنَ قَا لُوْا لِاِ خْوَا نِهِمْ وَقَعَدُوْا لَوْ اَطَا عُوْنَا مَا قُتِلُوْا ۗ قُلْ فَا دْرَءُوْا عَنْ اَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“(Mereka itu adalah) orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang, Sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak terbunuh.
Katakanlah, Cegahlah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang yang benar.” (QS. Ali ‘Imran: 168)
Di ayat yang lain, Allah menyebut sikap dan tindakan duduk bermalas-malasan tidak mau aktif berjuang atau berdakwah ini sebagai tindakan mendustakan Allah dan Rasul-Nya.
Firman Allah:
وَ جَآءَ الْمُعَذِّرُوْنَ مِنَ الْاَ عْرَا بِ لِيُؤْذَنَ لَهُمْ وَقَعَدَ الَّذِيْنَ كَذَبُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ سَيُصِيْبُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Dan di antara orang-orang Arab Badui datang (kepada Nabi) mengemukakan alasan, agar diberi izin (untuk tidak pergi berperang),
sedang orang-orang yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya, duduk berdiam. Kelak orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.” (QS. At-Taubah: 90).[ind]
(Bersambung)