KETELADANAN Ayah Bunda adalah pembentuk langsung kesalehan anak dan yang mendesain strategi terbentuknya kepribadian Islam anak.
Maka ada satu uslub atau carayang paling jitu untuk dilakukan dalam pendidikan anak yaitu keteladanan ayah bunda.
Keteladanan ini paling penting, bernas, agung dan istimewa sebab Ayah Bunda sudah mempraktikkan apa yang diajarkan terlebih dahulu suatu perkara sebelum memerintah kepada anak.
Kemudian anak-anak akan mempraktikkannya sebagaimana yang mereka indra dan saksikan dari orang tuanya.
Orang tua yang tidak mengamalkan apa yang dia katakan akan mendapatkan kemurkaan yang besar dari Allah Subhanahu wa taala, itu artinya gagal total.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللّٰهِ اَنْ تَقُوْلُوْا مَا لَا تَفْعَلُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (Ash-Shaf: 2-3)
Seseorang yang memerintahkan anaknya agar rajin tilawah Alquran sementara dirinya minim tilawah tentu tidak akan berpengaruh pada motivasi anak untuk mengamalkan.
Karena melihat ayahnya hanya pintar ngomong tapi tidak pintar amal.
Baca Juga: Kajian Parenting Menjadi Orang Tua Bijak di Masa Kini
Keteladanan Ayah Bunda
Jika ayah bunda memerintah walau lisannya seindah pujangga, kata-katanya berapi-api memotivasi dan ungkapan-ungkapannya dalam dan menyentuh,
jika beda yang apa yang ada di lisan dengan apa yang ada di perbuatan tidak diiringi dengan teladan yang nyata,
besar kemungkinan ananda tidak akan mudah menuruti perintah dan meninggalkan larangan jika tidak bisa disebut gagal.
Maka tidak bisa kita pungkiri bahwa uslub memberikan teladan dalam pendidikan jauh lebih berpengaruh, meninggalkan atsar (bekas) dalam qalbu,
lebih cepat untuk diingat dan dipahami dan lebih menarik untuk ditiru dan diikuti dibandingkan kita menempuh uslub ceramah dan hanya mengungkapkan kata-kata.
Lagi pula, uslub memberikan teladan itu suatu yang alami, tidak dibuat-buat, natural. Rasulullah melakukan uslub ini sebagai uslub yang paling agung dan paling unggul.
Dari Ibnu Ishaq, bahwasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengutus Amru bin Al-Ash kepada Al Julanda untuk mengajaknya kepada Islam, maka dia menjawab:
“Orang ini telah menunjukkan kepadaku seorang Nabi yang ummi.
Bahwa beliau tidak memerintahkan kepada suatu kebaikan pun melainkan dialah orang yang pertama memerintahkan kepada suatu kebaikan pun melainkan dialah orang yang pertama kali mengerjakannya.
Tidaklah ia melarang dari suatu keburukan melainkan dialah orang yang pertama kali meninggalkannya.
Ketika sedang berkuasa dia tidak sombong, ketika dikalahkan dia tidak berkata kejelekan. Dia selalu menepati perjanjian dan memenuhi janji. Maka dari situ saya bersaksi bahwa dia benar-benar seorang Nabi.”
Imam As-Syathibi Rahimahullahi Ta’ala berkata dalam kitabnya Al-I’sham:
“Akhlak beliau hanyalah Al-Quran, karena beliau menjadikan wahyu sebagai penguasa atas dirinya sehingga ilmu dan amal beliau sesuai dengan wahyu.
Beliau senantiasa cocok, menyuarakan, tunduk dan mendukung keputusan wahyu.”
Keteladanan itulah kunci kesuksesan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam mendidik umat, mendidik para sahabatnya yang mulia,
ketepatan lisan dan amal sungguh sangat berpengaruh besar bagi siapapun yang mendengar perintah dan larangannya. Bagaimana tidak sukses?
Ketika Alquran memerintahkan shalat maka beliaulah yang terlebih dulu shalat, ketika Allah melarang minuman khamr dan riba maka beliaulah yang terlebih dahulu meninggalkannya.
Jika turun wahyu untuk memerintahkan dakwah, beliau pasti berada di garda terdepan.
Jika Allah menurunkan wahyu tentang neraka dan seluruh kedahsyatannya di hari itu maka beliaulah yang paling dulu merasakan ngerinya dan takutnya azab neraka.
Karenanya kesesuaian perkataan dan amal Rasululullah Shallallahu alaihi wa sallam menjadi bukti bagi siapapun yang melihatnya bahwa lisannya benar tidak terbantahkan.
Dan tidak akan ada celah bagi siapapun untuk membantahnya dan menafikannya, akan memaksa siapapun untuk mengikuti beliau, kalam dan perbuatan beliau Shallallahu alaihi wa sallam.
Jadi, keteladanan ayah bunda di hadapan ananda adalah keteladanan mutlak mempraktikkan seluruh syariah Islam di hadapan anak.
Kemuliaan ayah bunda di hadapan ananda dipertaruhkan di hadapan praktik syariah Islam secara kaffah, bertumpu pada sifat ketundukannya di hadapan hukum-hukum syariah berupa keyakinan, perkataan dan perbuatan.
Dan kemuliaan ayah bunda bukan bertumpu pada akal apalagi bertumpu pada emosional sifat superioritas di hadapan anak yang yunior.
Akan tetapi, kemuliaan ayah bunda bertumpu pada ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa taala.
Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (Al-Hujurat: 13).
(Bersambung)