KEWAJIBAN puasa bukan hal baru dalam syariat, umat terdahulu juga melakukan puasa. Penting bagi kita untuk mengetahui ini agar ibadah puasa tidak terasa berat.
Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. menjelaskan sebagai berikut.
Allah juga menyebutkan di dalam ayat yang sama, “sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu”.
كما كتب على الذين من قبلكم
Pendekatan sejarah ini juga dimaksudkan untuk memberikan motivasi agar orang-orang beriman tidak merasa berat dalam melaksanan puasa di bulan ramadan penuh.
Karena kewajiban puasa ini bukan kewajiban pertama dalam sejarah agama-agama dan bukan hal baru dalam syariat, tetapi merupakan syariat yang juga diwajibkan Allah kepada umat-umat terdahulu.
Secara psikologis, banyaknya orang yang ikut melaksanakan suatu kewajiban bisa meringankan beban yang dirasakan jiwa manusia.
Atau bisa meringankan “tekanan” syariat ini di dalam jiwa dan memudahkan penyampaiannya kepada jiwa.
Apalagi di antara karakter jiwa manusia ini tidak menyukai apa yang namanya ikatan kewajiban, karena jiwa manusia cenderung ingin bebas tidak mau diatur-atur dan dibatasi sehingga jiwa ini harus ditundukkan.
Apalagi jika puasa pada masa umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam ini dibandingkan dengan puasa umat-umat terdahulu. Puasa umat terdahulu lebih berat dan ekstrem dibandingkan dengan puasa kita.
Baca Juga: Cara Melatih Anak Berpuasa Tanpa Memaksa
Kewajiban Puasa Bukan Hal Baru dalam Syariat, Umat Terdahulu Juga Melakukan Puasa
Pada masa umat terdahulu, orang-orang yang berpuasa di siang hari diharamkan makan, minum dan melakukan hubungan suami-istri di malam hari bila tertidur setelah isya’.
Bahkan pada masa awal umat ini hukum tersebut masih diberlakukan hingga terasa berat lalu terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
di antaranya Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, lalu dengan sebab peristiwa tersebut Allah menghapus hukum tersebut dengan menurunkan ayat-Nya:
اُحِلَّ لَـکُمْ لَيْلَةَ الصِّيَا مِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَآئِكُمْ ۗ هُنَّ لِبَا سٌ لَّـكُمْ وَاَ نْـتُمْ لِبَا سٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّکُمْ كُنْتُمْ تَخْتَا نُوْنَ اَنْفُسَکُمْ فَتَا بَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَا لْــئٰنَ بَا شِرُوْهُنَّ وَا بْتَغُوْا مَا کَتَبَ اللّٰهُ لَـكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَا شْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَـكُمُ الْخَـيْطُ الْاَ بْيَضُ مِنَ الْخَـيْطِ
الْاَ سْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَا مَ اِلَى الَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَا شِرُوْهُنَّ وَاَ نْـتُمْ عٰكِفُوْنَ ۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّا سِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu.
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid.
Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Sisi sejarah puasa yang disebut dalam ayat puasa ini membantu menguatkan jiwa dan memori orang yang berpuasa sehingga terasa ringan dalam menjalani puasa yang sudah diringankan pelaksanaannya tersebut.
Ketiga, di bagian akhir ayat puasa ini disebutkan:
“لعلكم تتقون “
Ini untuk mengingatkan bahwa puasa ini bukan hanya ujian saja, juga bukan hanya kesulitan yang tidak punya tujuan.
Akan tetapi juga merupakan latihan (riyadhah), tarbiyah (pendidikan), ishlah (perbaikan), tarqiyah (peningkatan) dan tanmiyah (pengembangan) bagi kepribadian orang yang berpuasa.
Setelah menjalani “madrasah ramadan” ini akan menjadi manusia yang utama dan memiliki kepribadian yang kuat, mampu mengendalikan hawa nafsu dan tidak dikendalikan hawa nafsu.
Tujuan atau target ini membuat orang yang berpuasa bersemangat untuk mencapai target yang akan meningkatkan kualitas dirinya.
Ia akan menjalani puasa ini dengan senang hati karena ada target mulia yang diharapkan di sisi Allah.[ind]
(Bersambung)