JIKA Imam shalatnya duduk dan tidak mampu berdiri, bagaimana makmumnya? Mertua saya mengalami sakit syaraf di kaki, sehingga tidak kuat berdiri lama.
Tapi sampai saat ini, kalau berjamaah dengan kami di rumah, Bapak masih berusaha berdiri sebagai imam.
Beliau hanya maghrib saja yang sholat di rumah karena kalau maghrib, musholla dekat rumah terlalu ramai dengan anak-anak kampung sebelah.
Bapak enggak bisa sholat dengan khusyuk.
Nah, kalau sholat di rumah, jamaahnya ada 3 perempuan, Bapak kepikiran antara berdiri atau duduk saat jadi imam.
Mungkin beliau minta diberi penjelasan yang lebih komprehensif tentang hal ini, karena selama ini, pemahaman beliau, kalau imam harus selalu berdiri, apalagi kalau makmumnya ada yang berdiri juga.
Baca Juga: Shalat Sambil Menggendong Bayi
Jika Imam Shalatnya Duduk dan Tidak Mampu Berdiri, Bagaimana Makmumnya?
Pengurus PP Al Irsyad Al Islamiyah Ustaz Farid Nu’man Hasan, S.S., M.I.Kom. menjelaskan, ada perselisihan para ulama tentang bagaimana bermakmum kepada imam yang duduk, tidak mampu berdiri.
1. Wajib Ikut duduk
Hal ini berdasarkan hadis shahih:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَكَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ عَلَيْهِ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِهِ يَعُودُونَهُ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا فَصَلُّوا بِصَلَاتِهِ قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ اجْلِسُوا فَجَلَسُوا فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengeluh sakit, para sahabatnya datang menjenguknya, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat dengan DUDUK,
orang-orang di belakangnya BERDIRI, tapi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisyaratkan mereka agar mereka DUDUK, akhirnya mereka pun duduk.
Setelah selesai shalat, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Imam itu diangkat untuk diikuti, jika dia ruku’ maka ruku’lah, jika dia bangun maka bangunlah, jika dia duduk maka duduklah.”
(HR. Bukhari no. 647, Muslim no. 623)
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu berkata:
وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
Jika dia shalat dengan cara duduk, maka shalatlah kalian semua dengan cara duduk. (HR. Muslim no. 622)
Abu Hurairah Radhiallahu’ Anhu berkata:
وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلَّوْا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
Jika dia shalat berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri, jika dia shalat duduk shalatlah kalian dengan cara duduk. (HR. Muslim no. 628)
Inilah pendapat mazhab Zhahiri (al Muhalla, 2/104), sebagian Hambaliyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. (Syarhul Mumti’, 4/230)
Ini juga pendapat al Auza’i, Ahmad, Ishaq, dan Ibnul Mundzir, Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
وقال الأوزاعي وأحمد وإسحاق وابن المنذر : تجوز صلاتهم وراءه قعوداً, ولا تجوز قياماً
Al Auza’i, Ahmad, Ishaq, dan Ibnul Mundzir mengatakan: “Boleh shalatnya makmum dengan cara duduk, dan tidak boleh berdiri.” (al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/162)
2. Wajib Tetap berdiri
Inilah pendapat mayoritas, baik Syafi’iyah, Hanafiyah, sebagian Malikiyah, dan lainnya.
Hal ini berdasarkan hadis shahih pula, sebagaimana yang dijelaskan Imam an Nawawi berikut ini:
قد ذكرنا أن مذهبنا جواز صلاة القائم خلف القاعد العاجز , وأنه لا تجوز صلاتهم وراءه قعوداً وبهذا قال الثوري وأبو حنيفة وأبو ثور والحميدي وبعض المالكية
Kami telah menyebutkan bahwa mazhab kami (Syafi’iyah) membolehkan seorang yang shalat berdiri menjadi makmum kepada imam yang tidak mampu berdiri.
Makmum tidak boleh shalat bersama mereka dengan duduk di belakang imam. Ini juga pendapat ats Tsauri, Abu Hanifah, Abu Tsaur, dan sebagian Malikiyah.
واحتج الشافعي والأصحاب بحديث عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( أمر في مرضه الذي توفي فيه أبا بكر رضي الله عنه أن يصلي بالناس فلما دخل في الصلاة وجد رسول الله صلى الله عليه وسلم من نفسه خفة فقام يهادي بين
رجلين , ورجلاه يخطان في الأرض فجاء فجلس عن يسار أبي بكر فكان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي بالناس جالساً , وأبو بكر قائما يقتدي أبو بكر بصلاة النبي صلى الله عليه وسلم ويقتدي الناس بصلاة أبي بكر ) رواه البخاري ومسلم, هذا لفظ
إحدى روايات مسلم, وهي صريحة في أن النبي صلى الله عليه وسلم كان الإمام; لأنه جلس عن يسار أبي بكر…”
Imam asy Syafi’i dan para sahabatnya berhujjah dengan hadits Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat sakit yang membuatnya wafat memerintahkan Abu Bakar untuk shalat bersama manusia,
ketika dia masuk ke jamaah bersama manusia, lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam merasa tubuhnya telah nampak enak, beliau pun keluar rumah dengan diapit oleh dua orang laki-laki.
Dan seolah aku melihat beliau berjalan dengan menyeret kakinya di atas tanah, hingga masuk ke dalam masjid.
Tatkala Abu Bakar mendengar kedatangan beliau maka ia pun berkeinginan untuk mundur. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi isyarat kepadanya.
Lalu tibalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga beliau duduk di SAMPING KIRI Abu Bakar.
Abu Bakar shalat dengan bediri sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dengan duduk, Abu Bakar shalat mengikuti shalatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
dan orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar.” (HR. Bukhari dan Muslim, ini salah satu lafaz dari Imam Muslim)
Kisah ini begitu jelas menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang menjadi imam, sebab Beliau duduk di samping kiri Abu Bakar…”
(al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, 4/162)
3. Tidak sah bermakmum kepada Imam yang duduk
Ini pendapat Imam Malik Rahimahullah. Imam an Nawawi berkata:
وقال مالك في رواية , وبعض أصحابه : لا تصح الصلاة وراءه قاعدا مطلقاً.
Berkata Malik dalam salah satu riwayat dan sebagian sahabatnya: Tidak sah shalat di belakang (imam) yang duduk secara mutlak. (Ibid)
Solusinya:
Solusinya adalah dalam rangka keluar dari perbedaan pendapat, hendaknya dipilih imam yang masih sehat dan bisa berdiri secara baik.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
قال الشافعي والأصحاب: يستحب للإمام إذا لم يستطع القيام استخلاف من يصلي بالجماعة قائماً, كما استخلف النبي صلى الله عليه وسلم ، ولأن فيه خروجاً من خلاف من منع الاقتداء بالقاعد ; لأن القائم أكمل وأقرب إلى إكمال هيئات الصلاة..”
Imam asy Syafi’i dan para sahabatnya (Syafi’iyah) mengatakan bahwa hal yang disukai bagi seorang imam yang tidak bisa berdiri dia diganti saja oleh imam yang bisa berdiri bersama jamaah,
sebagaimana yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dalam rangka keluar dari perselisihan pendapat dengan yang melarang mengikuti shalat imam yang duduk.
Bagaimana pun juga shalat dengan berdiri lebih utama dan sempurna. (Ibid)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]