ADA 13 titik kritis kehalalan produk bakery yang dijelaskan oleh Nanung Danar Dono, PhD Student at College of Medical, Veterinary, and Life Sciences University of Glasgow, Glasgow, Scotland, UK.
Toko roti (bakery) di Indonesia sangat banyak dan beragam. Ada yang laris karena terkenal, ada yang diburu pembeli karena enak, ada pula yang dibeli karena terjamin status kehalalannya.
Sebagai konsumen Muslim, mestinya kita tidak membeli produk hanya karena rasanya, karena enak baunya, karena kemurahannya, atau karena terkenal merknya.
Akan tetapi, mestinya status kehalalan menjadi alasan utama dan pertama dalam membeli sebuah produk roti, apa pun itu merknya.
Jauh lebih aman (dan insya Allah barokah) jika kita hanya membeli produk bakery yang telah memiliki sertifikat halal.
Baca Juga: Titik Kritis Kehalalan Cangkang Kapsul
13 Titik Kritis Kehalalan Produk Bakery
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini (sekitar 88%) mestinya seluruh produk makanan dan rerotian terjamin kehalalannya.
Namun pada kenyataannya, tidak semua produk roti yang dipasarkan terjamin kehalalannya. Bahkan ada beberapa perusahaan yang secara terang-terangan menggunakan bahan haram.
Banyak pula bahan tambahan makanan (BTM) yang diragukan kehalalannya dipakai dalam industri roti ini.
Ada beberapa titik kritis peluang masuknya bahan haram ke dalam produk bakery:
1. Kuas berbulu babi
Kuas sering dipakai untuk mengoleskan mentega, margarin, telur, cokelat, dll. Hati-hati dengan bahan bulu kuas, karena umumnya berasal dari bulu babi (bisa mencapai 80-90%).
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor boar bristle dan pig/boar hair periode Januari-Juni 2001 sejumlah 282.983 kg atau senilai US $ 1.713.309 (Jurnal LPPOM-MUI HALAL, N0. 41/VII/2002).
Pada gagang kuas berbulu babi sering tertulis kata: Bristle, Pure Bristle, 100% China Bristle, dll. Salah satu makna kata Bristle adalah Pig Hair atau bulu babi (Webster’s Dictionary) yang berstatus najis apabila basah.
Oleh karena itu, roti yang terkena sapuan kuas najis menjadi terkena najis, sehingga haram dimakan.
Pengganti kuas bulu babi adalah kuas dari bahan plastik (polyester). Perusahaan kuas merk Ken Master dan Selery juga meproduksi kuas dari bahan halal ini.
2. Rhum
Rhum banyak dipakai untuk mem-buat adonan tercampur dengan baik, agar cake lebih awet, serta untuk mengikat aroma. Rhum diharamkan karena memiliki sifat khamer.
Kandungan alkohol rhum bahkan bisa mencapai 38-40%. Hati-hati de-ngan roti Black Forest, Sus Fla, Cake, dll.
Rhum essence (rhum sintetis) juga diharamkan karena membuat konsumen tidak dapat membedakan rhum ‘asli’ dan rhum ‘sintetis’.
3. Daging dan Produk Olahannya
Daging haram (khususnya: babi) dapat masuk dalam berbagai bahan dan produk rerotian. Produk daging dan olahannya dapat masuk dalam bentuk : daging, sosis, abon, dll.
4. Emulsifier
Emulsifier adalah bahan yang dipakai agar bahan-bahan yang berkadar lemak tinggi dapat bercampur dengan air ketika dibuat adonan.
Beberapa macam emulsifier juga dapat dipakai sebagai stabilizer (penstabil) adonan roti.
Ada beberapa jenis emulsifier yang lazim dipakai di pasaran, seperti: lesitin, lesitin kedelai (soya/soy lechitine), dan emulsifier lain yang menggunakan kode E-number.
Lesitin bersifat syubhat karena bisa berasal dari bahan nabati maupun hewani (sapi, babi, dll). Lesitin kedelai halal karena berasal dari bahan nabati.
Hati-hati dengan E-number, karena beberapa emulsifier (seperti: E471, E472, dll.) ada yang menggunakan bahan dari babi.
5. Ovalet
Ovalet dipakai sebagai pengembang dan pelembut produk bakery. Bahan ini dibuat dari asam lemak, bisa berasal dari asam lemak hewani maupun nabati (tumbuhan).
Apabila berasal dari tumbuhan, tentu tidak masalah. Namun apabila dibuat dari produk hewani, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal atau hewan haram (babi).
6. Shortening
Shortening sering dikenal dengan istilah mentega putih. Bahan ini berasal dari lemak, bisa dari lemak hewan, tanaman, maupun campuran keduanya.
Shortening sering dipakai untuk membuat sensasi lembut dan renyah (crispy). Oleh karena bisa berasal dari lemak hewan, maka shortening bersifat syubhat.
Selain itu, sudah lama dikenal di masyarakat bahwa lemak hewan (animal fat) yang paling enak adalah lemak babi (Lard).
Meskipun ada yang menulis dengan huruf Arab, namun karena berasal dari babi, maka tetap saja lard hukumnya haram.
7. Margarin
Margarin dibuat dengan bahan dasar lemak tumbuhan. Dalam proses pembuat-annya, sering kali ada bahan penstabil (stabilizer), pewarna, maupun penambah rasa (flavor) yang ditambahkan.
Oleh karena itu, apabila bahan penstabil yang dipakai dari tanaman tentu tidak masalah. Namun apabila berasal dari produk hewan, maka harus dipastikan dari hewan halal atau haram.
Penggunaan lesitin babi, membuat produk roti menjadi haram.
8. Bakers Yeast Instant (Ragi)
Yeast banyak dipakai pada produk-produk rerotian sebagai bahan pengembang (bread improver). Dalam pembuatannya, adakalanya ditambahkan bahan pengemulsi (emulsifier).
Nah, kalau emulsifier yang dipakai berasal dari bahan haram (misal: lesitin babi), maka yeast ini tentu menjadi tidak halal.
Selain itu, senyawa anti-caking (anti gumpal) yang ditambahkan juga harus diperhatikan status kehalalannya.
9. Keju
Keju berasal dari susu hewan, bisa berasal dari susu sapi, domba/kambing, unta, dll. Merk keju yang dipasarkan di masyarakat, contohnya: Cheddar, Edam, Emmental (Emmenthal), Beaufort, Gloucester, Cheshire, Fontina, Leyden, Derby, Gruyere, dll.
Perbedaan penamaan keju didasarkan pada asal bahan, asal daerah, dan proses pembuatannya.
Dalam pembuatannya, untuk memperoleh curd/padatan, susu digumpalkan dengan bantuan enzyme dan starter.
Apabila enzim yang dipakai berasal dari saluran pencernaan hewan haram, maka tentu statusnya menjadi haram.
Hati-hati dengan keju edam, karena dalam standar pembuatannya, Keju Edam sering dibuat dengan bantuan enzim rennet yang diambil dari lambung anak babi.
Starter yang dipakai dalam penggumpalan susu berasal dari mikro organisme (umumnya bakteri asam laktat).
Nah, media yang dipakai untuk menumbuhkan bakteri tersebut bisa berasal dari media halal maupun media yang haram.
10. Creamer
Creamer dibuat dari susu. Titik kritisnya terdapat pada bahan enzim yang dipakai untuk memisahkan keju dan whey. Apabila menggunakan enzim haram, maka status creamer yang bersangkutan haram.
11. Cokelat
Dalam proses pembuatan cokelat batangan dari buah cokelat segar kadang dibutuhkan emulsifier. Emulsifier dapat berasal dari lesitin nabati (dari biji kedelai, bunga matahari, jagung, dll.) maupun dari produk hewani.
Adakalanya lesitin hewani dibuat secara enzimatis menggunakan enzim Phospholipase A2 yang bisa berasal dari pankreas babi.
12. Gelatin
Umumnya, gelatin dipakai sebagai gelling agent (bahan pengental), bahan penegar (penguat), atau untuk topping kue atau es krim.
Gelatin pasti berasal dari produk hewani (sapi, babi). Jika berasal dari babi, maka status hukumnya haram.
Sebagai pengganti, bahan lain yang dapat dipakai sebagai pengental adalah: rumput laut (agar-agar), karagenan, pati yang dimodifikasi, gom arab, dll.
13. TBM
Bahan ini sering digunakan untuk melembutkan tekstur cake yang dihasilkan. Sebagai sebuah merk dagang, TBM ini umumnya berasal dari mono-glyseride (MG) dan di-glyseride (DG).
MG dan DG berasal dari lemak, tentunya bisa berasal dari hewani maupun nabati. Apabila berasal dari bahan nabati, tentu TBM ini tidak masalah.
Namun apabila dibuat dari asam lemak hewan, maka harus dipastikan apakah berasal dari hewan halal atau hewan haram.
Nah Sahabat Muslim, itulah 10 titik kritis kehalalan pada produk bakery. Selalu cermat dalam membeli produk ya.[ind/halalcorner]