IMAM Bukhari merupakan tokoh hadis utama dunia. Beliau lahir dari ayah yang juga ulama hadis. Besar di lingkungan para ahli hadis. Dan wafat dalam melindungi ilmu-ilmu hadis.
Nama aslinya Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Ia lahir pada 13 Syawal 194 H di Bukhara, sebuah daerah di negeri Uzbekistan saat ini.
Nama Imam Bukhari diambil dari daerah kelahirannya yang bernama Bukhara itu. Beliau hidup di masa Kekhalifahan Abasiyah yang berpusat di Bagdad.
Belajar dan Mengajar
Beliau belajar dari banyak ulama dari berbagai negeri. Jumlah ulama yang beliau timba ilmunya sekitar 1.080 orang.
Di sisi lain, beliau juga seorang guru dari ribuan murid. Jumlah murid beliau sekitar 90 ribu orang. Tersebar dari berbagai daerah dan negeri. Di antaranya para ulama hadis seperti Imam Muslim, Tirmidzi, An-Nasai, dan lainnya.
Ulama jenius ini menghafal begitu banyak hadis. Ada pendapat yang mengatakan beliau hafal 200 ribu hadis, 100 ribunya tergolong hadis shahih. Ada juga yang berpendapat kalau Imam Bukhari hafal 600 ribu hadis.
Ratusan ribu hadis itu beliau dapatkan melalui kunjungan langsung ke para naras umber di berbagai daerah dan negeri. Kemudian, beliau hafal dan analisis tentang tingkat keshahihannya.
Di banding para ulama hadis lainnya, Imam Bukhari terkenal begitu ketat untuk menshahihkan sebuah hadis. Artinya, beliau sangat teliti terhadap hadis yang didapat.
Ketika akan mencatat sebuah hadis yang akan ia bukukan, Imam Bukhari selalu melakukan shalat sunnah dua rakat. Hal itu untuk mendapatkan petunjuk dari Allah bahwa hadis tersebut benar.
Kitab shahih Bukhari, beliau susun di sebuah tempat yang sangat mulia. Yaitu, di Masjid Haram, Mekah.
Ujian di Masa Tua
Ketika akan memasuki usia enam puluh tahun, popularitas Imam Bukhari nyaris mengalahkan tokoh mana pun di mana ia tinggal. Termasuk para tokoh pemerintahan.
Selain itu, Imam Bukhari juga dikenal begitu tegas mengambil jarak dengan para amir di pemerintahan. Hal ini karena ia tak ingin ilmu berada di bawah kendali amir atau raja.
Dan memang, seperti itulah yang diteladani dari para tokoh ulama sebelum beliau. Seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali.
Suatu kali, pihak penguasa daerah Bukhara meminta kesediaan Imam Bukhari untuk mengajar di istana, khusus mengajarkan keluarga istana.
Imam Bukhari menolak. Beliau mendalihkan seperti yang diucapkan Imam Malik: ilmu itu didatangi, bukan mendatangi. Hal ini sebagai bentuk ketegasan dan wibawa terhadap penguasa.
Boleh jadi, apa yang dilakukan penguasa Bukhara untuk meminta Imam Bukhari mengajar di istananya, sebagai bentuk pencitraan bahwa Imam Bukhari tunduk dalam kendalinya.
Karena penolakan inilah, terjadi ketegangan antara penguasa Bukhara dengan Imam Bukhari. Yang namanya penguasa, selalu mencari cara agar bisa selalu dianggap lebih berkuasa.
Penguasa Bukhara yang bernama Khalid bin Ahmad Adz-Dzahuli memobilisasi ulama istana untuk menjelek-jelekkan Imam Bukhari. Berbagai fitnah pun dialamatkan ke Imam Bukhari. Boleh jadi seperti yang dialami ulama saat ini seperti tuduhan radikal, teroris, pemecah belah persatuan, dan lainnya.
Imam Bukhari diminta untuk keluar dari negeri Bukhara. Jika tidak keluar, makai ia akan dipenjara.
Imam Bukhari pun memperjuangkan ketegasannya. Ia keluar meninggalkan Bukhara ke negeri lain yang dekat, yaitu Samarkand.
Melalui lobi dari penguasa Bukhara, penguasa Samarkand pun akhirnya mengeluarkan kebijakan yang sama. Ia meminta Imam Bukhari untuk keluar dari negerinya.
Imam Bukhari pindah lagi. Setiap kali pindah, Imam Bukhari tidak membawa hal penting kecuali kitab-kitab catatan hadis dan ilmu lain yang ia miliki.
Beberapa daerah yang ia kunjungi, juga melakukan hal yang sama. Imam Bukhari diminta untuk meninggalkan tempat itu.
Akhirnya, Imam Bukhari tak punya pilihan lain, ia pergi ke rumah saudaranya bernama Abu Manshur di sebuah daerah terpencil. Baru kurang lebih dua pekan, beliau juga didatangi pihak penguasa setempat. Lagi-lagi, Imam Bukhari diminta untuk keluar dari daerah tersebut.
Saudara Imam Bukhari melakukan penolakan. Tapi, Imam Bukhari memilih untuk menuruti permintaan penguasa untuk keluar dari daerah tersebut. Ia khawatir hal yang tidak baik terjadi terhadap saudaranya.
Pengusiran itu terjadi pada malam takbiran. Saudara Imam Bukhari sempat melakukan tawar-menawar agar beliau perginya lusa setelah merayakan Idul Fitri bersamanya. Tapi tetap ditolak.
Saat itu, Imam Bukhari bermunajat kepada Allah, yang isinya antara lain, “Ya Allah, bumi-Mu yang luas ini menjadi terasa sempit untukku. Aku ingin berada di sisi-Mu.”
Hanya beberapa puluh langkah ketika Imam Bukhari akan pergi meninggalkan daerah itu, Allah mewafatkan beliau dalam perjalanan. Beliau wafat dalam usia 62 tahun dalam hitungan hijriyah, dan 60 tahun dalam hitungan tahun masehi.
Kala itu, ada seorang ulama yang dekat dengan Imam Bukhari bermimpi. Ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang tampak sedang menunggu seseorang.
Ulama itu menceritakan, “Aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Rasulullah. Siapakah gerangan orang yang sedang Baginda tunggu?
“Dalam mimpi itu, Rasulullah menjawab, ‘Aku sedang menunggu Muhammad bin Ismail’ (Atau Imam Bukhari).”
Kabar tentang kematian Imam Bukhari pun sampai ke ulama tersebut. Setelah ia teliti, ternyata hari kematian Imam Bukhari sama persis saat ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah itu. [Mh]