USTAZ, bagaimana hukumnya menyicil nazar? Saya punya nazar bulan November, kalau bisa kerja, saya mau ngasih anak yatim 200 ribu.
Alhamdulillah saya dapet kerja cuma yang jadi masalahnya saya baru kerja 1 minggu bisa gaji 420 ribu.
Mamah saya dapet musibah sehingga tidak bisa melakukan apapun dan saya harus mengurus aktivitasnya.
Yang jadi pertanyaan saya, apakah boleh kalau bayar nazar dicicil 100 ribu dulu? Karena saya punya keperluan lain untuk berobat mamah saya.
Ustaz Dr. Jamaludin Achmad Khalik menjelaskan bahwa nazar secara dicicil diperbolehkan insyaAllah.
Allah berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS at taghaabun: 16)
Kalau mempunyai Rp100 ribu dulu untuk menunaikan nazar, ya dilakukan apa yang dia mampu. Membiayai ibu berobat itu termasuk uzur syar’i yang membolehkan dia menunda sebagian nazarnya.
Namun, sisa nazarnya tetap menjadi tanggungannya, selama mempunyai uang yang cukup, harus ditunaikan, karena itu menjadi utang yang harus dilunasi. Wallaahu a’lam.
Baca Juga: Hukum Mengubah Nazar
Menyicil Nazar
Semoga Allah memudahkan dan membimbing setiap langkah serta ikhtiar kita.
Sahabat ChanelMuslim, menunaikan nazar yang telah kita tetapkan adalah wajib. Sebagaimana kita telah berjanji untuk melaksanakan apa yang dijanjikan.
Nazar ini artinya mewajibkan sesuatu pada diri sendiri atau menetapkan sesuatu atas diri kita semata-mata karena Allah (asy-Syarhul Kabiir).
Kewajiban menunaikan nazar ini kita temukan dalam surah al-Baqaroh ayat 270 yang berbunyi:
وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن نَّفَقَةٍ أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُهُۥ ۗ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Apa saja yang kamu nafkahkan atau apa saja yang kamu nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Orang-orang yang berbuat zalim tidak ada seorang penolongpun baginya.
Kalimat أَوْ نَذَرْتُم مِّن نَّذْرٍ (atau apa saja yang kamu nazarkan) pada asalnya menunjukkan seluruh bentuk nazar, baik nazar yang diperbolehkan agama maupun tidak.
Namun kemudian, ayat ini dibatasi oleh sebuah hadis yang berbunyi:
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيعَ اللَّهَ فَلْيُطِعْهُ ، وَمَنْ نَذَرَ أَنْ يَعْصِيَهُ فَلاَ يَعْصِهِ
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)
Berdasarkan hadis di atas nazar yang wajib ditunaikan adalah nazar kebaikan yang tidak bertentangan dengan agama.
Jika ia sengaja tidak menunaikannya maka ia akan mendapatkan dosa. Dan jika seseorang hendak membatalkan nazarnya, maka ia wajib membayar kafarat berupa:
1. Memberi makan sepuluh orang miskin, atau
2. memberi pakaian untuk mereka, atau
3. Memerdekakan seorang budak.
Jika ia tidak mampu untuk melaksanakan salah satu dari tiga kafarat di atas maka ia wajib berpuasa tiga hari, sebagaimana dalam surah Al-Maidah ayat 89.[ind]
Sumber: Sharia Consulting Center (SCC)